Begini cerita Pengalaman Operasi Bedah Mulut Infeksi Akut Gigi Geraham dengan bius total. Well, biar lebih nyambung, simak drama yang tak kalah seru sebelumnya di Pengalaman Bedah Mulut Infeksi Akut ya.
*****
Positif, aku gagal bedah karena harus ngantri kamar bedah. Terus terang, aku juga baru tahu kalau bedah itu kudu ngantri, xixixi...
Adakah di antara pemirsaah alami hal yang sama? Atau mungkin keluarga, sahabat atau tetangga, kudu antri kamar bedah?
Langsung terbayang aku akan ucapan dokter bahwa kasusku ini gawat dan bisa berakibat kematian. Horor banget kan ya! *usapdahi!
Kembali ke laptop!
Aku lalu diminta membatalkan puasa dan diberi sarapan.
Hari itu beberapa teman SMA babang suami datang berkunjung saat pipiku sudah semakin montok eh bengkak dan kini pakai bonus, berwarna pink. Rupanya infeksi semakin parah!
Kini aku semakin jarang membuka mulut karena semakin sakit dan nyeri meski aku sudah mendapat injeksi anti nyeri melalui selang infus.
Malam ini aku diminta puasa lagi sejak jam 10 malam. Beklah!
Pagi hari, kabar baik datang!
Bahwa positif bedah akan dilakukan dan jam 7 pagi dokter bedah mulut akan visit!
Benarlah, jam 7 dokter datang dengan seragam militernya, cantik, segar dan super gagah!
Ia ditemani perawat jaga dengan rekam medis aku di tangannya.
Ia ditemani perawat jaga dengan rekam medis aku di tangannya.
"Selamat pagi, ibu!"
"Selamat pagi, bu dokter!"
"Sudah puasa kan ya tadi malam?"
"Iya, bu dokter"
Usai bicara dokter meraba pipi bengkak dan bertanya.
"Sakit?"
"Iya dok, nyeri dan berdenyut!"
"Jam 11 nanti rencana jadwal bedah, sudah siap kan ya bu? Sebentar saja kog prosesnya, paling satu jam. Ibu juga dibius total, jadi tak perlu takut ya"
Dokter memberi semangat sambil tersenyum ramah.
Nyuuus.... sejuk hatiku melihatnya. Menghapus sembilu yang sudah beberapa hari terpahat di hatiku.
Subhanallaah, mendadak aku merasa sembuh!
Kini aku semakin mahfum mengapa senyum adalah ibadah! Begitu banyak kebaikan di dalamnya. Luar biasa ya!
Dokter memberi semangat sambil tersenyum ramah.
Nyuuus.... sejuk hatiku melihatnya. Menghapus sembilu yang sudah beberapa hari terpahat di hatiku.
Subhanallaah, mendadak aku merasa sembuh!
Kini aku semakin mahfum mengapa senyum adalah ibadah! Begitu banyak kebaikan di dalamnya. Luar biasa ya!
"Baik, dok, terimakasih!"
Aku menjawab dan membalas senyum dokter spesialis bedah mulut itu.
Aku menjawab dan membalas senyum dokter spesialis bedah mulut itu.
Mendadak adrenalin segera mengambil kembali. Membayangkan aktivitas bedah nanti.
Adegan rekaman berbagai histori bedah yang pernah aku alami, berseliweran di pikiran.
Terakhir bedah pada tahun 2010, kuretase karena keguguran saat usia kehamilan 8 minggu, janin tidak mengalami perkembangan yang signifikan.
Saat itu aku dibius total juga. Tidak ada masalah sih karena sebelumnya aku sudah 2 kali dikuret juga. Pertama tahun 1997 karena haid tak kunjung berhenti selama hampir 3 minggu, dan berikutnya tahun 2006 karena hal yang sama, keguguran, saat kehamilan berusia 8 minggu juga dan janin tidak mengalami perkembangan yang signifikan.
Baca juga : Pentingnya Mempersiapkan Kehamilan Dengan Baik
Jadi ini adalah kali ke empat aku berhadapan lagi dengan meja bedah! 1997, 2006, 2010 dan kini 2017. Iya, ini adalah pengalamanku di tahun 2017 lalu.
Terakhir bedah pada tahun 2010, kuretase karena keguguran saat usia kehamilan 8 minggu, janin tidak mengalami perkembangan yang signifikan.
Saat itu aku dibius total juga. Tidak ada masalah sih karena sebelumnya aku sudah 2 kali dikuret juga. Pertama tahun 1997 karena haid tak kunjung berhenti selama hampir 3 minggu, dan berikutnya tahun 2006 karena hal yang sama, keguguran, saat kehamilan berusia 8 minggu juga dan janin tidak mengalami perkembangan yang signifikan.
Baca juga : Pentingnya Mempersiapkan Kehamilan Dengan Baik
Jadi ini adalah kali ke empat aku berhadapan lagi dengan meja bedah! 1997, 2006, 2010 dan kini 2017. Iya, ini adalah pengalamanku di tahun 2017 lalu.
Kembali ke laptop!
Usai visit, dokter bersama perawat kembali ke ruang utama.
Tak berapa lama perawat tadi kembali dan izin mau mengambil darah untuk tes alergi.
"Maaf ya bu, ini agak sakit karena saya harus menyuntiknya di bawah daging"
"Ini tes anti alergi ibu, kalau nanti ibu ada alergi, di bagian yang disuntik akan terasa gatal, tapi jika tak ada gatal, berarti ibu tidak punya alergi"
"Ini tes anti alergi ibu, kalau nanti ibu ada alergi, di bagian yang disuntik akan terasa gatal, tapi jika tak ada gatal, berarti ibu tidak punya alergi"
Aku ingat sudah pernah alami prosedur ini sebelumnya.
Aku menutup mata dan berdoa, tapi well, tetap saja rasa seperti disilet itu mampu buat aku meringis. Perih, euuiii. Puk-puk dada sendiri.
Aku menutup mata dan berdoa, tapi well, tetap saja rasa seperti disilet itu mampu buat aku meringis. Perih, euuiii. Puk-puk dada sendiri.
"Ibu juga harus ganti baju ya, pakai baju bedah, kata perawat sambil menyerahkan baju berwarna hijau dengan model hanya diselempangkan kayak kimono"
Tak berapa lama babang suami datang dan aku menceritakan segalanya.
Sampai saat ini gatal tak kunjung menghampiri, berarti aku bebas alergi, alhamdullillah!
Sampai saat ini gatal tak kunjung menghampiri, berarti aku bebas alergi, alhamdullillah!
Jam 10 aku dibawa pakai kursi ke instalasi kamar bedah. Kembali adrenalin mengambil kendali, aku terus membisikkan doa, membesarkan hati sambil membayangkan kesembuhan yang sudah menanti, melambai-lambai, dengan tatapan menggoda di seberang sana.
Babang suami mengiringi sambil menggenggam tanganku di samping kursi, bersama seorang perawat lelaki berbadan tegap yang juga prajurit TNI. Jarum infusku juga dinonaktifkan.
Babang suami mengiringi sambil menggenggam tanganku di samping kursi, bersama seorang perawat lelaki berbadan tegap yang juga prajurit TNI. Jarum infusku juga dinonaktifkan.
Sungguh aku tak menyangka bahwa akhirnya aku akan memasuki kamar bedah yang beberapa hari lalu aku foto dengan gadget saat wira-wiri menunggu giliran di ruang tunggu pasien dokter bedah mulut.
Sampai di pintu kamar bedah, babang tak bisa masuk. Doi mengecup keningku dan berbisik "Abang tunggu di luar ya sayang..."
Melewati pintu, hanya tinggal aku dan perawat TNI. Selanjutnya perawat ruangan memberikan rekam medis kepada perawat laki RO (Ruang Operasi).
Sampai di pintu kamar bedah, babang tak bisa masuk. Doi mengecup keningku dan berbisik "Abang tunggu di luar ya sayang..."
Melewati pintu, hanya tinggal aku dan perawat TNI. Selanjutnya perawat ruangan memberikan rekam medis kepada perawat laki RO (Ruang Operasi).
Di sini sangat dingin. Brrr... aku langsung menggigil kedinginan. Apalagi sedang puasa. Klop deh. Lapar dan kedinginan. Langsung terbayang mie ayam hangat dengan topping bawang goreng, perasan jeruk nipis dan sambal. Alamak!
"Saya tinggal dulu ya bu, sampai jumpa lagi, katanya sambil menutup pintu dan berlalu" ujar perawat ruangan itu.
Selanjutnya perawat RO yang kini bertugas. Dia membawa rekam medis ke dalam ruangan sambil berkata.
"Tunggu sebentar ya, Bu"
"Beklah"
Sambil menunggu aku memperhatikan sekeliling ruangan. Sepertinya sedang ada renovasi, di sisi lain bangunan. Samar-samar aku mendengar suara ketukan yang bercampur dengan hirup pikuk suara alat kesehatan yang sedang dilempar-lempar. Klonteng,klonteng! Berisik banget! RO kog berisik gini, ya, ucapku dalam hati, hihihi.
Tak lama perawat tadi kembali dengan tambahan satu perawat laki, di tangannya ada sebuah kostum lagi.
"Ibu, harus ganti baju lagi, itu ruangannya, katanya sambil menunjuk sebuah ruangan"
"Maaf, apa saya bisa ke kamar mandi dulu, tanyaku?"
"Silahkan bu, lewat sini!"
Karena kedinginan, keinginan buang kecil begitu dominan. Padahal aku puasa lho, apa yang mau dikeluarkan. Brrrr... kembali aku menggigil kedinginan.
Aku lalu berganti baju. Tipikal baju kamar bedah. Seperi kimono dan kancingnya hanya berupa tali di bagian belakang. Panjangnya melewati lutut, berwarna hijau, lagi!
Kembali ke ruangan semula aku sudah dinanti kedua perawat tadi.
"Silahkan bu naik ke sini, katanya sambil menunjuk tempat tidur"
"Silahkan bu naik ke sini, katanya sambil menunjuk tempat tidur"
Inilah saatnya dalam hatiku!
Saat mau naik ke tempat tidur, tak sengaja aku memegang pinggiran besi dan hiiii... dingin sekali! Tambah horor aja nih!
"Tunggu sebentar ya, bu, baring-baring saja dulu"
Aku ditinggal di lorong sendiri. Kembali aku mengigil kedinginan, hihihi.
Tak lama salah seorang perawat tadi kembai lagi.
"Kita sekarang ke kamar bedah ya bu"
Tempat tidur bergerak. Srrrt... srttt... srttt
Ternyata di dalam sudah ada tim yang menanti, 2 perawat lainnya dengan pakaian lebih lengkap. Pakai penutup mulut.
Aku diminta pindah tempat tidur lagi. Kali ini tepat di bawah lampu yang amat-sangat terang.
"Apa kabar bu, sudah pernah dibedah sebelumnya?"
"Sudah, Mas. Dikuret sih"
"Tahun berapa itu?"
"Terakhir tahun 2010"
"Wah sudah lama juga ya"
"Ibu, boleh lho sambil baca-baca doa"
Perawat kembali mengajak aku bicara.
Meski tidak diingatkan, sudah dari tadi aku membaca doa dan mencoba tidak emosionil. Takut tekanan darah melonjak, bisa batal nih.
Suara langkah hilir mudik dan persiapan terdengar begitu dekat di telinga. Sepertinya tim bedah sudah berkumpul dan semakin lengkap!
"Coba Bu, ceritakan sedikit tentang bedah terakhirnya"
Sambil menutup mata aku mulai bercerita.
"Saat itu saya sudah telat beberapa bulan...."
Aku tak bisa meneruskan lagi, karena tiba-tiba aku merasa sangat mengantuk dan ingin tidur.
Saat terbangun, aku sudah dalam perjalanan menuju ruang perawatan. Srrttt... srrtt ... suara roda tempat tidur memecah keheningan di lorong rumah sakit.
Ada hubby di sampingku mengiringi dan perawat tadi pagi yang membawaku ke RO.
Pandanganku masih kabur sih. Refleks aku menyentuh pipi. Masih bengkak. Lidahku juga refleks bergerak, mencari gigi geraham yang ternyata sudah lenyap dan hei apa ini... terasa seperti ada 'sesuatu' yang kenyal seperti karet di bagian geraham yang dibedah tadi.
Duh jangan-jangan dokter lupa membersihkan dan tertinggal di sana, pikirku sok tahu. Berbagai spekulasi medis dan cerita duka pasca bedah sempat menggoda. Buru-buru pikiran negatif itu aku campakkan jauh-jauh!
Aku harus menanyakan ini pada perawat nanti, pikirku dalam hati
Aku mencoba mencari sisa rasa nyeri atau berdenyut usai bedah. Tapi tak ada! Alhamdullillah.
Sesampainya di ruang perawatan, aku baru sadar ternyata masih memakai baju bedah yang tadi. Ada sedikit noda darah di sana. Aku langsung minta baju ganti sama perawat dan bertanya apakah sudah bisa makan, hahaha... Lapar banget euuui...!
Perawat datang membawa ganti baju dan berpesan agar aku mengunyah pelan-pelan. Justru makan adalah terapi pertama yang harus dilakukan, begitu menurut perawat jaga ruangan.
"Mba, apa ya ini di dalam mulutku, seperti karet gitu, sangat mengganggu?"
Akhirnya aku menuntaskan rasa ingin tahu.
"Gini bu, itu seperti perban elastis, mencegah agar luka jangan menutup dulu agar sisa nanah tuntas bisa mengalir sekaligus mencegah masuknya bakteri atau kuman lain"
"Begitu ya. Tadi sempat terpikir mau aku tarik lho, mba"
"Wah, jangan bu! Harus dokter yang melakukannya!"
Wajah perawat terlihat kaget dan sangat khawatir.
Ya ampun, lagi lagi aku bersyukur tidak melakukan tindakan itu.
So, I have to live with that, I have no choice!
Jadi, saat mengunyah bubur aku kembali merasakan "sensasi karet" di dalam mulutku. Ikut bergerak-gerak, melambai-lambai. Hahaha... Pengalaman yang tak akan terlupa sepanjang usia!
Tapi benar lho, karet ini amat mengganggu terutama saat mengunyah dan berbicara, karena ia ikut bergerak membelai gusi dan langit-langi di mulut. Bayangkanlah seperti saat kita mengunyah lembaran karet di dalam mulut!
Ternyata aku juga belum bisa pulang, karena harus kontrol pasca bedah, keesokan harinya.
Yup, aku harus kontrol ke dokter spesialis bedah mulut lagi!
Pagi itu, seperti sebelumnya pasien sudah banyak yang antri di ruang tunggu. Ibu dokter laris manis kayak varian es krim favoritku!
Mungkin karena aku pasien pasca bedah, tak perlu menunggu lama. Begitu sampai di ruang tunggu, perawat pendampingku langsung mengetuk pintu, masuk dan tak lama mendorong kursiku membawa ke dalam ruang periksa dokter. Kali ini tak ada calon prajurit di sana, hanya perawat. Ruangan lengang dan hening.
Alhamdullillah, senyum manis dokter kembali menghiasi pagi ini. Sungguh aku sudah lupa dengan ucapan ketusnya yang menyayat kalbu beberapa hari lalu.
"Pagi ibu, apa kabar, gimana istirahatnya tadi malam, ada keluhan?"
Itu ucapan pertamanya saat kami berhadapan di meja kerjanya.
"Alhamdullillah, baik, dokter"
"Mari bu, kita periksa lagi ya"
Kami berdua menuju dental chair.
Dokter segera meraih sarung tangan.
"Buka mulut, maaf ya bu, ini saya pijat sedikit untuk mengeluarkan sisa nanah, agar tuntas"
Tangan dokter menarik perlahan perban karet yang mengganjal, tak ada rasa sakit, lalu melakukan pijatan di daerah yang baru dioperasi. Refleks aku meringis dong ya, hahaha... masih sakit, kakaa...
"Maaf ya bu, ini harus dipijit biar semua nanahnya keluar, kata dokter sekali lagi"
Usai melakukan pijitan, dokter juga melakukan beberapa kali penyemprotan. Aku diminta berkumur beberapa kali.
Di fase terakhir, dokter kembali memasang perban karet (rubber drain) di bagian luka bekas bedah.
Belakangan aku tahu, setelah browsing di internet, bahwa karet yang mengganjal itu adalah rubber drainage bagian dari insisi of drainage. Untung saja aku tidak tarik ya. Hiii...
"Ibu juga boleh sikat gigi ya, tapi perlahan-lahan dan jangan sampai terkena area yag baru dibedah. Makanan juga kudu yang lunak-lunak dulu ya"
"Baik, dok"
"4 hari lagi datang untuk kontrol lagi ya bu"
"Baik, dok"
"Hari ini ibu boleh pulang dan minum obat sesuai aturan. Cepat sembuh ya, bu"
"Terima kasih dokter"
Perawat memberi daftar resep dan beberapa bekas dokumen yang diperlukan untuk registrasi saat kontrol ulang nanti. Jadi tak perlu surat rujukan dari dokter umum lagi, tapi langsung membawa rujukan dari dokter spesialis bedah mulut saja.
4 hari kemudian aku kontrol lagi. Sama seperti sebelumnya dokter melakukan sedikit pijitan. Namun kali ini rasanya tidak begitu sakit lagi. Ini adalah kontrol ke 3 pasca bedah.
"Hasil bedah terlihat bagus, tidak ada infeksi, teruskan minum obat ya bu. Yang antibiotik harus dihabiskan, dan seminggu lagi ibu datang untuk buka jahitan"
Alamak! Ternyata harus buka jahitan ya, bisikku dalam hati. Rasa nyeri kembali berkelebat di benak.
Pada kontrol kali ini, dokter juga mengeluarkan rubber drain dari bekas luka bedah dan tidak memasangnya kembali. Aku merasa back to normal, hahaha. Tidak ada lagi yang mengganjal di mulut!
Seminggu kemudian aku datang untuk kontrol dan buka jahitan. Berbeda dengan kunjungan sebelumnya, kali ini ruang tunggu sangat lengang.
Dokter juga tidak ada, hanya ada perawat wanita yang ramah itu.
Kunjungan kali ini lebih singkat, karena tidak ada acara pijit memijit luka bedah. Perawat meminta aku membuka mulut lalu menyemprotkan cairan.
Tak tahan menyimpan kepo aku lalu bertanya.
"Cairan apa itu, mba?"
"Oh itu. Air garam saja kog, mba, untuk mencegah infeksi. Kita akan buka jahitan ya bu"
"Sakitkah, mba?"
"Ngga sama sekali"
Alhamdullilah, aku berbisik lega.
Memang benar. Tak ada sakit sama sekali!
"Ini bagus, lukanya sudah mulai kering, nanti kalau ada keluhan bisa kontrol lagi, tapi kalau tidak ada ibu tak perlu datang ya"
"Harus minum obat lagi, mba?"
"Tidak bu, sudah selesai, ini tinggal masa pemulihan saja, tapi kalau nanti ada keluhan, ibu bisa kontrol lagi. Masih bisa pakai surat rujukan yang kemarin, karena itu berlaku satu bulan"
Alhamdullillah, sejak saat itu hingga saat menulis pengalaman ini, aku tidak pernah mengalami keluhan. Alhamdullillah.
Moral cerita ini adalah kalau geraham goyang dan sudah dianjurkan dicabut, tak perlu menunggu seperti aku, karena rentan untuk menjadi radang dan terkena infeksi dan ketika infeksi duh biyuuung...super duper nyeri, menyebabkan bau mulut yang bikin pede terjun bebas tak terkendali dan kalau semakin dibiarkan bisa fatal mengakibatkan kematian!
Oh iya nama diagnosa utama penyakit ini "Abses Fossa Canina Dextra" sedangkan diagnosis sekunder Periodontitis Apikalis Kronis (PAK).
Hitung-hitung buat nambah wawasan lah, belajar istilah medis, siapa tahu nanti dapat menantu dokter gigi atau Sp. BM, hahaha...
Hush! Serius napa, lagi ngomongin bedah ini, woi!
Oh iya, karena infeksi ini berdasarkan indikasi medis dan aku patuh bayar iuran, jadi semua biaya berobat ditanggung BPJS.
Alhamdullillah, aku tidak ada keluar biaya sepeser pun!
Thank you, BPJS!
Beklah!
Kayaknya kita sudah sampai di ujung cerita, semoga pengalaman bedah mulut infeksi akut gigi geraham ini bermanfaat ya.
Kamu punya pengalaman bedah mulut juga?
Yuk berbagi di kolom komentar di bawah ini. Ditunggu ya...
Saat mau naik ke tempat tidur, tak sengaja aku memegang pinggiran besi dan hiiii... dingin sekali! Tambah horor aja nih!
"Tunggu sebentar ya, bu, baring-baring saja dulu"
Aku ditinggal di lorong sendiri. Kembali aku mengigil kedinginan, hihihi.
Tak lama salah seorang perawat tadi kembai lagi.
"Kita sekarang ke kamar bedah ya bu"
Tempat tidur bergerak. Srrrt... srttt... srttt
Ternyata di dalam sudah ada tim yang menanti, 2 perawat lainnya dengan pakaian lebih lengkap. Pakai penutup mulut.
Aku diminta pindah tempat tidur lagi. Kali ini tepat di bawah lampu yang amat-sangat terang.
"Apa kabar bu, sudah pernah dibedah sebelumnya?"
"Sudah, Mas. Dikuret sih"
"Tahun berapa itu?"
"Terakhir tahun 2010"
"Wah sudah lama juga ya"
"Ibu, boleh lho sambil baca-baca doa"
Perawat kembali mengajak aku bicara.
Meski tidak diingatkan, sudah dari tadi aku membaca doa dan mencoba tidak emosionil. Takut tekanan darah melonjak, bisa batal nih.
Suara langkah hilir mudik dan persiapan terdengar begitu dekat di telinga. Sepertinya tim bedah sudah berkumpul dan semakin lengkap!
"Coba Bu, ceritakan sedikit tentang bedah terakhirnya"
Sambil menutup mata aku mulai bercerita.
"Saat itu saya sudah telat beberapa bulan...."
Aku tak bisa meneruskan lagi, karena tiba-tiba aku merasa sangat mengantuk dan ingin tidur.
Saat terbangun, aku sudah dalam perjalanan menuju ruang perawatan. Srrttt... srrtt ... suara roda tempat tidur memecah keheningan di lorong rumah sakit.
Ada hubby di sampingku mengiringi dan perawat tadi pagi yang membawaku ke RO.
Pandanganku masih kabur sih. Refleks aku menyentuh pipi. Masih bengkak. Lidahku juga refleks bergerak, mencari gigi geraham yang ternyata sudah lenyap dan hei apa ini... terasa seperti ada 'sesuatu' yang kenyal seperti karet di bagian geraham yang dibedah tadi.
Duh jangan-jangan dokter lupa membersihkan dan tertinggal di sana, pikirku sok tahu. Berbagai spekulasi medis dan cerita duka pasca bedah sempat menggoda. Buru-buru pikiran negatif itu aku campakkan jauh-jauh!
Aku harus menanyakan ini pada perawat nanti, pikirku dalam hati
Aku mencoba mencari sisa rasa nyeri atau berdenyut usai bedah. Tapi tak ada! Alhamdullillah.
Sesampainya di ruang perawatan, aku baru sadar ternyata masih memakai baju bedah yang tadi. Ada sedikit noda darah di sana. Aku langsung minta baju ganti sama perawat dan bertanya apakah sudah bisa makan, hahaha... Lapar banget euuui...!
Perawat datang membawa ganti baju dan berpesan agar aku mengunyah pelan-pelan. Justru makan adalah terapi pertama yang harus dilakukan, begitu menurut perawat jaga ruangan.
"Mba, apa ya ini di dalam mulutku, seperti karet gitu, sangat mengganggu?"
Akhirnya aku menuntaskan rasa ingin tahu.
"Gini bu, itu seperti perban elastis, mencegah agar luka jangan menutup dulu agar sisa nanah tuntas bisa mengalir sekaligus mencegah masuknya bakteri atau kuman lain"
"Begitu ya. Tadi sempat terpikir mau aku tarik lho, mba"
"Wah, jangan bu! Harus dokter yang melakukannya!"
Wajah perawat terlihat kaget dan sangat khawatir.
Ya ampun, lagi lagi aku bersyukur tidak melakukan tindakan itu.
So, I have to live with that, I have no choice!
Jadi, saat mengunyah bubur aku kembali merasakan "sensasi karet" di dalam mulutku. Ikut bergerak-gerak, melambai-lambai. Hahaha... Pengalaman yang tak akan terlupa sepanjang usia!
Tapi benar lho, karet ini amat mengganggu terutama saat mengunyah dan berbicara, karena ia ikut bergerak membelai gusi dan langit-langi di mulut. Bayangkanlah seperti saat kita mengunyah lembaran karet di dalam mulut!
Ternyata aku juga belum bisa pulang, karena harus kontrol pasca bedah, keesokan harinya.
Yup, aku harus kontrol ke dokter spesialis bedah mulut lagi!
Pagi itu, seperti sebelumnya pasien sudah banyak yang antri di ruang tunggu. Ibu dokter laris manis kayak varian es krim favoritku!
Mungkin karena aku pasien pasca bedah, tak perlu menunggu lama. Begitu sampai di ruang tunggu, perawat pendampingku langsung mengetuk pintu, masuk dan tak lama mendorong kursiku membawa ke dalam ruang periksa dokter. Kali ini tak ada calon prajurit di sana, hanya perawat. Ruangan lengang dan hening.
Alhamdullillah, senyum manis dokter kembali menghiasi pagi ini. Sungguh aku sudah lupa dengan ucapan ketusnya yang menyayat kalbu beberapa hari lalu.
"Pagi ibu, apa kabar, gimana istirahatnya tadi malam, ada keluhan?"
Itu ucapan pertamanya saat kami berhadapan di meja kerjanya.
"Alhamdullillah, baik, dokter"
"Mari bu, kita periksa lagi ya"
Kami berdua menuju dental chair.
Dokter segera meraih sarung tangan.
"Buka mulut, maaf ya bu, ini saya pijat sedikit untuk mengeluarkan sisa nanah, agar tuntas"
Tangan dokter menarik perlahan perban karet yang mengganjal, tak ada rasa sakit, lalu melakukan pijatan di daerah yang baru dioperasi. Refleks aku meringis dong ya, hahaha... masih sakit, kakaa...
"Maaf ya bu, ini harus dipijit biar semua nanahnya keluar, kata dokter sekali lagi"
Usai melakukan pijitan, dokter juga melakukan beberapa kali penyemprotan. Aku diminta berkumur beberapa kali.
Di fase terakhir, dokter kembali memasang perban karet (rubber drain) di bagian luka bekas bedah.
Belakangan aku tahu, setelah browsing di internet, bahwa karet yang mengganjal itu adalah rubber drainage bagian dari insisi of drainage. Untung saja aku tidak tarik ya. Hiii...
"Ibu juga boleh sikat gigi ya, tapi perlahan-lahan dan jangan sampai terkena area yag baru dibedah. Makanan juga kudu yang lunak-lunak dulu ya"
"Baik, dok"
"4 hari lagi datang untuk kontrol lagi ya bu"
"Baik, dok"
"Hari ini ibu boleh pulang dan minum obat sesuai aturan. Cepat sembuh ya, bu"
"Terima kasih dokter"
Perawat memberi daftar resep dan beberapa bekas dokumen yang diperlukan untuk registrasi saat kontrol ulang nanti. Jadi tak perlu surat rujukan dari dokter umum lagi, tapi langsung membawa rujukan dari dokter spesialis bedah mulut saja.
4 hari kemudian aku kontrol lagi. Sama seperti sebelumnya dokter melakukan sedikit pijitan. Namun kali ini rasanya tidak begitu sakit lagi. Ini adalah kontrol ke 3 pasca bedah.
"Hasil bedah terlihat bagus, tidak ada infeksi, teruskan minum obat ya bu. Yang antibiotik harus dihabiskan, dan seminggu lagi ibu datang untuk buka jahitan"
Alamak! Ternyata harus buka jahitan ya, bisikku dalam hati. Rasa nyeri kembali berkelebat di benak.
Pada kontrol kali ini, dokter juga mengeluarkan rubber drain dari bekas luka bedah dan tidak memasangnya kembali. Aku merasa back to normal, hahaha. Tidak ada lagi yang mengganjal di mulut!
Seminggu kemudian aku datang untuk kontrol dan buka jahitan. Berbeda dengan kunjungan sebelumnya, kali ini ruang tunggu sangat lengang.
Dokter juga tidak ada, hanya ada perawat wanita yang ramah itu.
Kunjungan kali ini lebih singkat, karena tidak ada acara pijit memijit luka bedah. Perawat meminta aku membuka mulut lalu menyemprotkan cairan.
Tak tahan menyimpan kepo aku lalu bertanya.
"Cairan apa itu, mba?"
"Oh itu. Air garam saja kog, mba, untuk mencegah infeksi. Kita akan buka jahitan ya bu"
"Sakitkah, mba?"
"Ngga sama sekali"
Alhamdullilah, aku berbisik lega.
Memang benar. Tak ada sakit sama sekali!
"Ini bagus, lukanya sudah mulai kering, nanti kalau ada keluhan bisa kontrol lagi, tapi kalau tidak ada ibu tak perlu datang ya"
"Harus minum obat lagi, mba?"
"Tidak bu, sudah selesai, ini tinggal masa pemulihan saja, tapi kalau nanti ada keluhan, ibu bisa kontrol lagi. Masih bisa pakai surat rujukan yang kemarin, karena itu berlaku satu bulan"
Alhamdullillah, sejak saat itu hingga saat menulis pengalaman ini, aku tidak pernah mengalami keluhan. Alhamdullillah.
Moral cerita ini adalah kalau geraham goyang dan sudah dianjurkan dicabut, tak perlu menunggu seperti aku, karena rentan untuk menjadi radang dan terkena infeksi dan ketika infeksi duh biyuuung...super duper nyeri, menyebabkan bau mulut yang bikin pede terjun bebas tak terkendali dan kalau semakin dibiarkan bisa fatal mengakibatkan kematian!
Oh iya nama diagnosa utama penyakit ini "Abses Fossa Canina Dextra" sedangkan diagnosis sekunder Periodontitis Apikalis Kronis (PAK).
Hitung-hitung buat nambah wawasan lah, belajar istilah medis, siapa tahu nanti dapat menantu dokter gigi atau Sp. BM, hahaha...
Hush! Serius napa, lagi ngomongin bedah ini, woi!
Oh iya, karena infeksi ini berdasarkan indikasi medis dan aku patuh bayar iuran, jadi semua biaya berobat ditanggung BPJS.
Alhamdullillah, aku tidak ada keluar biaya sepeser pun!
Thank you, BPJS!
Beklah!
Kayaknya kita sudah sampai di ujung cerita, semoga pengalaman bedah mulut infeksi akut gigi geraham ini bermanfaat ya.
Kamu punya pengalaman bedah mulut juga?
Yuk berbagi di kolom komentar di bawah ini. Ditunggu ya...