Pernah dengar dong istilah
bajing loncat?
Istilah ini dulu pernah sangat populer untuk menggambarkan kerawanan perjalanan lintas Sumatera di antara tahun 1970-1990an.
Lalu... saat ini, benarkah masih ada bajing loncat itu?
Yuk, ikuti
warna warni perjalanan lintas timur Sumatera yang baru aku eksekusi (((eksekusi))) beberapa waktu lalu.
Dimari...
*****
Alhamdullillah, Februari tahun ini kami bertiga (Aku, bang Iqbal
aka suami dan putriku, Yasmin) akhirnya mewujudkan impian,
road trip jalan lintas timur Sumatera, dengan tujuan akhir Lubukpakam di Sumatera Utara.
Sebelumnya, iseng-iseng, aku
konsul sama mbah
google. Menurut mbah yang konon
sakti mandraguna ini, jarak Jakarta ke Medan via lintas timur itu sekitar 1.400km.
Tapi ada juga beberapa artikel perjalanan pribadi, yang menulis 1.800-2.000km.
Beti lah ya.
Kenapa pilih lintas timur, Maria?
Karena eh karena beberapa tahun sebelumnya kami pernah melewati jalur lintas timur. Alhamdullilah saat itu secara umum kondisi jalan bagus sehingga perjalanan nyaman dan penuh kesan.
Dan...
Fix, aku kecanduan banget nih dengan semua sensasi saat
road trip.
Misalnya tatapan sarat cinta si abang, yang jadi sering aku dapatkan (hahaha,
dilarang sirik ya!).
Kelakar-kelakar
kicik yang mampu menimbulkan percik, usapan remeh namun berjuta rasanya bagiku, seperti ini misalnya.
Uhuk!
... serta kebersamaan dan kehangatan khas keluarga yang hanya didapatkan saat berkendara bersama.
You know what I mean, kan?
Begitulah,
sesimpel itu...
Beberapa
road trip sudah pernah aku tuliskan juga misalnya saat menjajal
Maratua Tempat Di mana Engkau Ingin Waktu Berhenti Sementara,
Kakaban Danau Dalam Pelukan dan
Sangalaki Pulau Tanpa Penghuni.
Baidewei, subway, perjalanan ini memang sudah kami rencanakan, berbarengan dengan jadwal kepulangan Yasmin, yang baru pulang mengikuti program pertukaran pelajar AFS dari Hiroshima, Jepang.
Baca juga :
Ketahui Kiat Lolos Seleksi AFS dan YES
Kami, sebagai orang tua dihimbau agar bisa hadir, ikut menyaksikan kedatangan Yasmin yang menggunakan pesawat dari Narita, Tokyo, transit di Denpasar dan akhirnya
landing di Soeta, dilanjutkan keesokan harinya mengikuti acara serah terima siswa kembali ke orang tua di kantor Yayasan Bina Antarbudaya di Kebayoran Baru, Jakarta.
Mumpung sudah di ibukota, Yasmin meminta izin agar bisa mengunjungi sahabat dekatnya, saat SMP di Balikpapan, Diah, yang kini berdomisili di Bogor.
Acara pertemuan keduanya, sangat mengharukan. Mereka berpelukan seolah tak ingin saling melepaskan. Kami para orang tua pun ikut terhanyut suasana,
huuuaaaa...
Setelah menginap semalam di Bogor kami melanjutkan perjalanan ke Bandung via tol, bersilatuhrahmi ke rumah sepupu aku di kompleks perumahan Riung. Masih dengan alasan yang sama, mumpung masih di pulau Jawa,
pemirsah.
Usai Zuhur kami kembali ke Jakarta, masih
via tol juga, kali ini tujuan ke pelabuhan Merak, Banten mau menyeberang ke Bakaheuni, Lampung.
Rencananya kami akan bermalam di Lampung lalu keesokan paginya baru melanjutkan perjalanan ke Jambi, bersilaturahmi dengan keponakan bang Iqbal di sana.
Jadi, kira-kira, rute perjalanan kami akan seperti ini, Jakarta-Merak-Bakaheuni-Palembang-Jambi-Pekanbaru-Lubukpakam yang meliputi 7 propinsi dan beberapa kota yaitu:
-
DKI
Jakarta
-
Banten
Tangerang, Serang, Cilegon, Merak
-
Lampung
Bakaheuni, Kalianda, Tarahan, Panjang, Tanjung Karang, Teluk Betung, Rajabasa, Branti, Metro, Bandar Jaya, Menggala, Tulang Bawang, Mesuji
-
Sumatera Selatan
Pematang Panggang, Teluk Gelam, Tanjung Raya, Kayu Agung, Indralaya, Palembang, Sungai Lilin, Bayung Lincir
-
Jambi
Jambi, Sangeti, Merlung, Belilas
-
Riau
Japura, Ukui, Rengat, Sorek, Pangkalan Kerinci, Pekanbaru
-
Sumatera Utara
Kota Pinang, Aek Nabara, Rantau Prapat, Aek Kanopan, Kisaran, Limapuluh, Tebing Tinggi, Lubukpakam
Hmmm... terbayang dong betapa panjangnya perjalanan ini ya.
Ayo, siapkan camilan dulu!
Masih ingat dong sama
camilan?
Itu
lho,
cecudah celapan cebelum cepuluh, camilan!
Sebagai informasi, dari pulau Jawa, jalan lintas Sumatera itu bisa ditempuh dengan 3 cara yaitu:
- Lintas Timur Sumatera
- Lintas Tengah Sumatera
- Lintas Barat Sumatera
Eits,
selow,
kagak perlu dihapalkan ya,
guys,
muahahaha.
So, mari kita mulai petualangan warna-warni perjalanan lintas timur Sumatera kali ini.
Jakarta-Merak (98km - kata google sih 2 jam)
Petualangan diawali dengan menyeberang ke Bakaheuni, Lampung via jalan tol Jakarta Merak.
Menurut
wikipedia Jalan tol Jakarta Merak dibuat tahun 1984, setelah jalan tol jagorawi di tahun 1978.
Wiii, lumayan senior juga ya!
Jalan tol ini menghubungkan Jakarta dengan pelabuhan Merak dengan panjang 98km dan terbagi atas 2 bagian: jalan tol Jakarta-Tangerang yang dikelola PT Jasa Marga, dan Tangerang-Merak oleh PT Marga Mandalasakti.
Begh, membaca 'mandalasakti' aku mendadak jadi kekar ala
titanium,
hihihi.
Sebelumnya, perjalanan dari Bandung ke Jakarta meski via tol, tidak sepenuhnya lancar. Ada beberapa kali kami mengalami macet bin mampet.
Apalagi saat memasuki Jakarta berbarengan dengan jam pulang kerja, macet dan mampet jadi teman setia.
Namanya juga jalan-jalan, jadi, dinikmati sajalah! Tanganku pun segera meraih gadget mengabadikan momen macet bin mampet
via instastory sambil mendengarkan sayup-sayup lagu favorit di
play list.
Sore itu aku beruntung karena sinar kemasan sang surya yang mengintip dari balik seringai angkuh bangunan pencakar langit, bisa menjadi bagian koleksi galeri
ig story.
Yup, aku justru berterima kasih kepada kemacetan karena otomatis kendaraan berhenti, posisi kamera pun jadi lebih optimal menangkap semua momen sentimental.
Tak terasa kami perlahan meninggalkan hiruk pikuk Jakarta,menuju Tangerang, provinsi Banten, melalui gerbang tol Kebun Jeruk.
Perlahan tapi pasti, langit semakin kelam, meski sinar kemerahan tanda waktu magrib masih ada. Kami lalu menepi di
rest area, bang Iqbal langsung ke toilet dan sholat magrib. Tempat ibadah terlihat sesak namun bersih.
Kebetulan aku dan Yasmin sedang tidak sholat, tapi kami juga latah, langsung bergegas ke toilet. Keren, toiletnya bersih banget! Sayang, aku lupa itu lokasinya di kilometer berapa.
Setelah itu, sambil menunggu, kami ngobrol di
rest area. Sesekali aku memeluk putriku karena rasa rinduku seperti masih tak kunjung berujung. Maklumlah hampir satu tahun kami tak pernah berbagi dekapan, berbagi kebersamaan.
Tak berapa lama bang Iqbal muncul dan kami kembali melaju di atas roda, menjemput kelam.
Saat itu, kondisi jalan tol Jakarta-Merak lancar dan mulus,
pemirsah!
Mungkin karena perjalanan kami lakukan di saat bukan musim liburan ya. Tepatnya 6 Februari 2019 lalu.
Ternyata jalan tol Jakarta Merak itu tidak semuanya terang benderang di saat malam. Bahkan ada beberapa lokasi yang gelap gulita.
Aku perhatikan beberapa kali, abang menggunakan isyarat lampu dim (lampu jauh).
Ketika ada marka jalan bahwa Merak sudah berada di pelupuk mata, abang minta izin mau mengisi 'kampung tengah' alias makan,
pemirsah.
Kebetulan restoran tempat kami makan terletak di tempat yang sangat tinggi, sehingga kerlap-kerlip lampu dan aktivitas pelabuhan Merak terlihat, meski dari kejauhan.
Fix, Jakarta-Merak kami tempuh kurang lebih 2 jam. Tepuk tangan
dong buat mbah sakti
google.
Di Merak petugas cekatan mengarahkan calon penumpang feri. Mengenakan jaket dengan
scotchlight (jaket yang mampu berpendar kala terkena sinar) kami pun masuk ke loket.
Biaya penyeberangan
reguler Merak-Bakaheuni untuk mobil Xenia yang kami tumpangi beserta 3 penumpang total Rp 374.000 dan akan makan waktu
2 sampai 2.5 jam.
Saat menulis
draft artikel ini aku juga
browsing dan menemukan informasi bahwa feri penyeberangan
eksekutif Merak ke Bakaheuni juga sudah beroperasi namun dengan biaya yang lebih mahal tapi fasilitas premium dan jarak tempuh yang lebih singkat,
1 jam!
Jadi, tinggal pilih!
Saat itu feri belum siap berangkat, kami masih menunggu kira-kira setengah jam.
Aku, Yasmin dan bang Iqbal mencoba istirahat dengan mengatur tempat duduk dan berusaha memejamkan mata sambil menyesap lirih bayu di malam sendu.
Tak berapa lama, mobil di depan mulai bergerak, petugas mengatur giliran dengan cekatan dan akhirnya kami pun masuk ke lambung feri.
Usai memarkirkan mobil, kami menuju ke ruang penumpang.
Feri ini memiliki pilihan ruang penumpang, yang ingin duduk atau ingin berbaring. Kami memutuskan memilih ruang berbaring yang
full AC, no smoking dan kudu merogoh kocek Rp 10.000/orang dan tambahan Rp 5.000/ orang untuk 1 bantal.
Worthy it lah, menurutku.
Meski tak bisa tidur nyenyak namun lumayanlah untuk meluruskan pinggang. Alhamdullillah.
Percis 2 jam kami merapat ke Bakaheuni. Kami bergegas kembali ke tempar parkir mobil. Angin dingin malam langsung membelai wajahku.
Brrrr... dingin banget!
Meski sudah menjelang tengah malam, namun aktivitas pelabuhan masih padat. Terpantau jelas dengan penerangan maksimal. Truk-truk penggerak ekonomi perlahan keluar dari feri bergantian dengan mobil pribadi. Teratur dan tertib!
Begitu keluar pelabuhan, marka informasi langsung terpampang, Bandar Lampung atau Palembang. Untuk memastikan, abang menelepon kerabatnya.
"Bunda, menurut Tuan Adik (panggilan kekerabatan untuk kakak laki-laki ala Tapanuli Tengah), karena kita mau ke Jambi harus pilih jalan arah ke Palembang!"
"Oke, Bang. Bismillah"
Sebenarnya aku punya peta
jalinsum di gadget, cuma karena ngantuk berat aku tak semangat untuk melakukan apapun. Maunya ke pulau kapuk saja, hahaha.
Saat itu di Bakaheuni sudah hampir tengah malam. Namun sesekali kami masih bersua dengan kendaraan truk-truk
long bed dan
trailer di tengah perjalanan juga di halaman warung makan.
Seperti bisa membaca pikiranku, abang menyeletuk, "Biasanya para supir truk istirahat di situ bunda"
"Ohhh, gitu, jawabku, saat melihat ada beberapa unit truk berbadan panjang parkir di halaman warung makan"
Makin menjauh dari Bakaheuni, jalanan semakin kelam, lalu tiba-tiba...
"Bunda, abang ngantuk banget nih, kita cari tempat buat istirahat dulu ya"
"Siap, Bang!"
Namun sudah hampir setengah jam, kami tak menemukan tempat layak untuk istirahat sampai akhirnya kami melihat sebuah mini market dengan ciri khasnya lampu yang terang benderang, abang pun melambatkan laju kendaraan dan akhirnya parkir.
Ternyata sudah ada beberapa mobil yang juga sedang istirahat.
"Abang mau ijin dulu ya ke dalam, mau parkir dan istirahat di sini"
Tak berapa lama aku mendengar abang ngobrol dengan seseorang dari mobil sebelah.
"Bapak sebelah itu juga sedang istirahat, baru datang dari Palembang menuju Bakaheuni"
Abang membuka pembicaraan saat sudah kembali ke dalam mobil.
Jadilah malam itu kami tidur seadanya di parkiran mini market.
Bakaheuni - Palembang (450.6km - 10 jam, masih kata google)
Tepat jam 04.30 subuh kami meninggalkan pelataran parkir mini market, berangkat lagi menuju Palembang.
Are you ready, guys?
Di tengah jalan, azan subuh menggema diiringi nyanyian gerimis, kami pun parkir lagi di halaman mesjid. Aku dan Yasmin lanjut istirahat lagi sambil menunggu abang usai sholat.
Perjalanan kami lanjutkan masih dengan nyanyian gerimis dan suasana kelam. Untuk alasan keselamatan abang hanya menjalankan kendaraan dengan kecepatan antara 40 sampai dengan 60km per jam.
Perlahan gerimis berganti dengan sumringah fajar yang menggoda dari balik tajuk pepohonan. Kami sudah semakin sering berpapasan dengan kendaraan pribadi dan... truk-truk segede
gaban.
Kami juga melewati daerah perkebunan tebu penghasil gula Gulaku di sekitar daerah Tulang Bawang. Namun sayang beberapa spot jalan di daerah ini rusak berat, sehingga sangat mengganggu kenyamanan perjalanan. Beda banget dengan perjalanan kami sebelumnya yang super mulus. Agak
kuciwa juga nih, hiksss.
Karena masih tersedia cukup camilan kami memutuskan sarapan di dalam mobil sambil mendengarkan alunan tembang dan sesekali bercanda ria. Senang banget!
Sebagai navigator pendamping, karena Yasmin yang didaulat jadi navigator utama (meski duduk di bangku kedua), aku bertugas menyuapi si abang dan mulutku sendiri.
Tuh, apa kataku? Bener kan, momen seperti ini hanya ada saaat road trip,
so sweet...!
Untuk daftar
play list kebetulan kami punya beberapa selera yang sama seperti koleksi
slow rock,
modern rock serta
love songs. Lagu-lagu lawas laaa... seperti,
I want to know what love is, dll...
Khusus di
refrain lirik berikut ini:
I wanna know what love is
I want you to show me
I wanna feel what love is
I know you can show me
... kami seperti ada yang komando-in, lalu
koor, hahaha,. Seru
pisan, euy!
Terbukti koleksi
play list seperti ini sangat membantu banget dalam menjaga
mood selama dalam perjalanan panjang.
Jadi, pastikan kamu membawa
play list idaman saat perjalanan jauh misalnya seperti jalan lintas Sumatera seperti ini ya!
Tak seperti beberapa tahun lalu, jalan lintas timur Sumatera kali ini sangat buruk. Banyak jebakan batmannya.
Apa itu jebakan batman?
Itu lho, jalanan menanjak, namun ketika turun langsung disambut lobang yang menganga di bagian tepi dan kadang di tengah jalanan aspal.
Kadang abang bisa sih dengan mulus melakukan
manuver, namun tak jarang sering juga kecolongan, walhasil mobil masuk kedalam lobang diiringi suara gemuruh seolah mobil mengaduh kesakitan.
Kondisi jalan lintas timur yang buruk ini bahkan kami alami hingga menjelang Indralaya, Sumatera Selatan. Sangat menyiksa, Ronaldo! Bahkan senandung
play list yang berkumandang senantiasa tak kuasa menggerusnya.
Dan abang pun otomatis mengurangi kecepatan, agar terhindar dari benturan keras.
Puk-puk, mobil.
Tiba-tiba... mataku menangkap marka tanda jalan tol di seberang jalan.
Kami memutuskan berhenti dan bertanya pada warga.
Ternyata benar, ada jalan tol dari Indralaya ke Palembang.
Mendengar hal ini, kami serentak merasa lega dan berucap alhamdullillah, karena hampir seharian bergumul dengan jalan buruk.
Saat memasuki gerbang tol, masya Allah, berasa naik pesawat, hahaha. Mulus dan super nyaman!
Jam 5 sore kamipun memasuki kota Palembang.
Aku menghitung lamanya perjalanan sejak berangkat dari Lampung subuh tadi. Ternyata jauh melenceng dari prediksi
google. Harusnya saat ini kami sudah
touch down di Jambi.
Begitulah, impian
versus kenyataan.
Palembang - Jambi (276,9km - 7 jam 44 menit ala google)
Kami sepakat melanjutkan perjalanan ke Jambi.
Jalanan kali ini kastanya sedikit di atas kondisi jalan sebelumnya. Lebih manusiawi, hihihi.
Namun menurutku masih jauh dari nyaman. Langsung deh terpikir kalau arus balik nanti kami harus menggunakan alternatif jalan lintas Sumatera yang lain, lintas tengah atau lintas barat.
Iya, kami memutuskan untuk kembali
road trip menjajal jalan lintas Sumatera lagi. Nantikan jam tayangnya yah,
tssaaah...
Karena suasana sudah gelap, abang menggunakan kecepatan normal 60-80km saja per jam. Sesekali kami istirahat mencuci muka dan makan malam di tengah perjalanan.
Kali ini kami kerap menggunakan
google map sebagai petunjuk arah, karena suasana di kiri kanan jalan gelap gulita.
Beberapa tahun lalu kami juga pernah melewati jalur ini, namun karena suasana malam jadi tak bisa lagi membayangkan. Untung ada
google map!
Alhamdullillah, dengan kondisi jalan yang jauh dari nyaman kami akhirnya tiba di kota Jambi hampir jam setengah tiga dini hari. Iya, agak lama karena kami sering istirahat, agar abang tetap dalam kondisi layak nyetir.
Jambi - Pekanbaru (445.3km - 10 jam ala google)
Usai menginap 2 malam di rumah keponakan abang, kami pun berangkat meninggalkan kota Jambi menuju Pekanbaru sekitar jam 9 pagi.
Oleh keponakan abang kami langsung diarahkan ke jalur lintas Jambi - Pekanbaru.
Kali ini kami menggunakan 2 petunjuk,
google map plus marka jalan, biar lebih greget! Hahaha.
Masya Allah, perjalanan kami diawali dengan
pembukaan yang indah.
Sinar mentari bersinar cerah, berpayungkan formasi awan yang indah dan langit biru,
plus kondisi aspal yang mulus.
Lagi-lagi kami serentak mengucapkan
hamdalah dan
subhanallah, karena bayangan perjalanan sebelumnya masih jelas terekam
.
Meski sudah agak di luar kota Jambi, perumahan warga masih tetap padat, namun sesekali ada juga lahan kosong.
Geliat ekonomi sudah mulai terasa di mana ada banyak aktivitas truk-truk dan kendaraan pribadi yang kami temui selama perjalanan.
Karena jalan yang mulus, tak terasa kami sudah meninggalkan kota Merlung dan mulai memasuki daerah kabupaten provinsi Riau, Pelalawan.
Sekitar jam 11.30 kami memutuskan singgah di lesehan
seafood Cahaya, Keritang Riau, yang terlihat sangat kontras dengan rumah makan lainnya.
Iya, konsep lesehan rumah makan yang terletak di tepi jalan lintas timur ini langsung mencuri hati. Aneka tanaman warna-warni menghiasi lokasi lesehan yang terpisah dari bangunan utama. Semoga hidangan juga mampu melelehkan hati, bisikku dalam hati.
Alhamdullillah sepertinya doaku juga terjawab.
Semua makanan yang kami pesan ludes, kecuali 1, ayam penyet pesanan Yasmin yang ternyata sangat pedas. Menurut Yasmin, karena sudah terbiasa makan dengan hidangan
non pedas bersama keluarga angkat di Hiroshima, doi perlu penyesuaian, hahaha.
Puk-puk, Yasmin.
Semakin dekat ke Pekanbaru, aroma kota
oil and gas semakin terasa.
Yup, seperti kita ketahui, Pekanbaru memang terkenal dengan propinsi yang kaya akan sumber daya alam minyak dan gas. Apalagi ketika memasuki kota Duri, nuansa itu semakin kental,
euy, ada banyak bangunan tangki-tangki perusahaan minyak di tepi jalan lintas timur ini.
Selebihnya sih, pemandangan kebun kelapa sawit dan pemukiman warga.
Aktivitas favorit di dalam mobil masih sama mendengarkan lagu, bercengkrama dan sesekali
update status via
ig story ketika ada signal. Yup, signal dari 2 provider besar si merah dan si biru, tidak selalu tersedia,
pemirsah. Jadi,
beware yah, hahaha.
Alhamdullillah, sesuai prediksi, jam 19.30 kami sudah sampai di Pekanbaru.
Berikut beberapa catatan aku selama perjalanan lintas timur ini:
- Pastikan kondisi kendaraan dalam keadaan prima apalagi ini perjalanan jauh
- Hindari mengakut penumpang melebihi kapasitas kendaraan
- Pastikan pulsa cukup agar bisa akses google map atau bawa peta manual
- Istirahat saat kelelahan
- Membawa uang tunai yang cukup
- Membawa makan dan minuman yang cukup
- Mematuhi rambu lalu lintas
- Utamakan keselamatan
- Total bahan bakar selama perjalanan ini kurang lebih 1 juta rupiah, karena kami pakai AC terus sepanjang perjalanan
- Perkiraan waktu tempuh tidak selalu sama dengan prediksi google karena ada banyak hal-hal yang terjadi di luar kontrol kita, seperti kerusakan jembatan karena bencana alam, macet karena ada kecelakaan/hal lain, banjir serta kondisi jalanan yang rusak ringan, sedang dan parah
- Lakukan perjalanan hanya di hari terang (pagi-siang-sore) karena penerangan memang belum banyak, paling banter seperti glow in the dark, kena sinar baru bercahaya, hahaha
- Jarang ada rest area apalagi yang seperti di pulau Jawa, kami biasanya pilih istirahat di SPBU sambil mengisi BBM, di rumah makan atau di mesjid
- Akan sering berpapasan dengan kendaraan truk besar dan panjang, jadi waspadalah!
Perjalanan ini sebenarnya masih berlanjut sampai ke Lubukpakam, Sumatera Utara. Namun karena ada banyak kenangan sekaligus catatan yang ingin aku bagi dari rute Riau ke Sumatera Utara ini, aku putuskan untuk menuliskannya di postingan berikutnya ya.
Alhamdullillah, perjalanan kami sejak dari Bakaheuni Lampung hingga sampai ke Pekanbaru Riau, aman dan jauh dari kesan menyeramkan. Cuma yaitu tadi, kurang nyaman karena kondisi jalan yang rusak ringan, sedang dan berat. Hahaha, kayak pilihan berganda ya, cuma kali ini jawabannya, semua benar!
Semoga
warna-warni perjalanan lintas timur Sumatera ini bermanfaat ya!
Ups, hampir lupa...
Apakah
pemirsah punya kenangan tak terlupakan saat melakukan perjalanan panjang?
Mari berbagi di kolom komentar di bawah ini...