"Hutan Lindung Sungai Wain, Hutan Perawan Balikpapan!"
Gimana perasaanmu setelah membaca judul di atas?
Kalau kamu langsung gatal, tak sabar pengen klik berarti mission accomplished, ne!
Sebenarnya aku mau bikin judul bombastis, tsaaah, "Hutan Lindung Sungai Wain, Sang Perawan Urban" Rasanya lebih greget kan!
Tapi, aku mau para pembaca sejak awal merasa bahwa di sini aku sedang berbagi tentang H-U-T-A-N sekaligus branding kota kesayangan, Balikpapan.
Jadilah judul di atas yang tayang!
Lokasi Hutan Lindung Sungai Wain, Hutan Perawan Balikpapan
"Hutan Lindung Sungai Wain, sering disingkat HLSW, adalah hutan primer atau hutan perawan, satu-satunya di dunia, yang berjarak sangat dekat dengan kota, hanya 15km dari pusat kota Balikpapan"
Pernyataan ini sering diulang-ulang Pak Rusdiansyah, salah satu pemateri acara pelatihan Himpungan Parawisata Indonesia (HPI) yang dihelat 18-20 November lalu di Hotel Grand Tjokro Balikpapan.
Tepatnya berada di kelurahan Karang Joang, kecamatan Balikpapan Utara.
Sedangkan menurut wikipedia, HLSW merupakan perpaduan objek wisata Hutan dan Sungai, dengan luas 10.025 Ha, yang terdiri dari:
- Hutan Dipterocarpa dataran rendah
- Hutan Dipterocarpa perbukitan
- Hutan Rawa Terbuka dan Air Tawar
- Hutan Riparian
- Aliran Sungai Wain sepanjang +/ 18.300mtr dengan hutan bakau di tepiannya dan Sungai Bugis.
"... dan kabar baiknya, di hari terakhir pelatihan ini, kita akan bolang ke ke sana". Pak Rusdiansyah juga menambahkan.
Alhamdullillah, bisikku lirih dalam hati.
Ekowisata Hutan Lindung Sungai Wain
Praktis, sejak pandemi melanda November 2019, aku belum pernah travelling ke destinasi wisata. Jadi, kesempatan kali ini sungguh membuat hatiku berbunga-bunga, bagai memori kencan perdana, tsaaah!
Semesta pun seperti mengaminkan doa semua peserta, cuaca cerah jadi saksi perjalanan salah satu destinasi wisata unggulan Balikpapan, si kota Minyak, di masa new normal ini, kakaaa.
Tapi sebelumnya, sssst, sini, sini, aku bisikin, destinasi unggulan lainnya : Mangrove Center Graha Indah, di sini kamu punya kesempatan melihat bekantan, si Monyet Belanda, fauna endemik Borneo. Sedangkan untuk yang doyan uji nyali, trekking tipis-tipis menikmati view ala-ala Great Wall Tiongkok, boleh nih nemplok ke Batu Dinding Borneo.
Kembali ke laptop!
Begini nih penampakan bis pariwisatanya!
Kami duduk satu orang per satu bangku. Jadi, bus segede gaban ini, isinya hanya 25 penumpang saja. Lengkap dengan prosedur kesehatan, memakai masker, tentu saja!
Praktek Tour Guide di dalam Bis Pariwisata
"Dalam kesempatan kali ini, kita akan langsung mempraktekkan semua materi pelatihan, bisa pakai bahasa Inggris maupun Indonesia" Pak Rusdiansyah membuka tur ekowisata saat bis mulai bergerak meninggalkan areal parkir hotel Grand Tjokro.
Satu persatu peserta mulai uji nyali menjadi tour guide dan tak terasa kurang dari setengah jam, bis pun berbelok memasuki persimpangan gerbang masuk Hutan Lindung Sungai Wain, Hutan Perawan Balikpapan.
Jadi, rute ke Hutan Lindung Sungai Wain ini searah dengan jalur Balikpapan Samarinda. Kalau dari Balikpapan berada si sisi kiri jalan, termasuk dalam wilayah kecamatan Balikpapan Utara, kelurahan Karang Joang, dan selanjutnya 6 km lagi untuk mencai zona inti hutan lindung.
Hutan Lindung Sungai Wain, Selayang Pandang
Hutan Lindung Sungai Wain, awalnya dikenal dengan "Hutan Tutupan" oleh Sultan Kutai pada tahun 1934.
Di hutan ini jugalah tinggal fauna langka, beruang madu, maskot kota Balikpapan.
Mengutip dari satuharapan.com, tahun 1997, peneliti asal Belanda, Gabriella Fredriksson memulai riset panjangnya di HLSW, yang merupakan rumah bagi 50-100 beruang madu liar. Penelitian dan upaya konservasi doi meraup publisitas dan perhatian.
Selanjutnya, mulai tahun 2002, beruang madu mulai dijadikan maskot kota Balikpapan dan diresmikan lewat SK Walikota No. 4 Tahun 2005.
"Untung saja ikut pelatihan HPI ini, aku jadi tercerahkan, ternyata ada BTS (Behind The Scene) maskot beruang madu!" Bisikku lagi.
Sebelum tiba di pendopo HLSW, kami juga melewati gerbang Kebun Raya Balikpapan. Jujur aku baru tahu kalau destinasi ini terletak dalam lokasi yang sama. Namun saat itu ada tulisan "Tertutup" di pintu masuknya. Mungkin karena pengaruh pandemi.
Usai coffee break dan mendengarkan pengarahan dari tour guide HLSW, Ramdhan Hutagalung, di Pos Ulin - pos penjagaan utama, trekking pun dimulai!
Are you ready guys?
Trekking Pendidikan
Menurut Ramdhan, awal trekking bisa disesuaikan dengan kebutuhan wisatawan.
Untuk jalur pendidikan, biasanya untuk siswa, trekking yang dipilih relatif tidak berat bahkan beberapa trek sudah disediakan kayu ulin. Jadi kemungkinan untuk terendam lumpur, kecil sekali. Jadi pakaian bisa tetap relatif bersih.
Nah, dalam kesempatan kali ini, apalagi jatuh pada hari Jumpat, kami hanya bisa menikmati trekking jalur pendidikan.
Padahal jauh dalam hati, aku ingin sekali uji nyali sampai ke Camp Djamaluddin yang hits itu, agar kemungkinan berinteraksi dengan flora langka anggrek, kantung semar, berbagai jenis jamur dan flora endemik Jahe Balikpapan, pasti lebih besar dong!
... not to mention fauna endemik lain seperti orang utan, macan dahan, beruang madu, berbagai jenis kera dan bekantan.
Tepat kira-kira jam 10 pagi, trekking pun dimulai dari rute lokasi bendungan Sungai Wain.
Sesaat sebelum memasuki hutan perawan, di bawah pohon besar nan rindang semua peserta diminta berdoa, memohon keselamatan dan juga bisa mengambil hikmah atas perjalanan ekowisata kali ini.
"Sebelum doa kita mulai, ada yang tahu kenapa kita berhenti di sini untuk berdoa?" Tanya Mas Soni ketua Dewan Pimpinan Cabang HPI Balikpapan.
"Lihat pohon besar ini? Ini adalah pohon ara yang juga disebutkan dalam tiga kitab suci agama Islam, Kristen dan Hindu!" Itulah kenapa kita berdoa di sini. Jelas Mas Soni.
Wah, lagi-lagi aku merasa takjub dengan materi pelatihan ini!
Buaya Muara Hutan Lindung Sungai Wain
"Bunda, ntar hati-hati lho saat di Hutan Lindung Sungai Wain nanti, jangan sampai terpisah dari rombongan, ada buaya lho di sana!"
Pesan Bang Iqbal, suamiku, kembali terngiang, saat aku berjalan tepat di belakang sang forest ranger, Mr Ramdhan. Di belakangku ada beberapa peserta lain yang mengiringi.
"Dan, apa benar di sini ada buaya?" Tanyaku, kepo!
"Benar Bu. Coba ibu lihat rerumputan di sebelah kiri ibu itu, ada beberapa yang rebah. Nah itu bekas buaya berjemur" Ramdhan menjawab kalem sambil trus berjalan.
"Masya Allah, rumput di tepi waduk Sungai Wain itu hanya kira-kira 30cm dari jalur trek!" Gumamku dalam hati.
"Tapi, jam begini biasanya buaya sedang di dalam air, Bu" Ramdhan menambahkan buru-buru, seperti bisa membaca pikiranku.
"Lalu, jam berapa biasanya mereka, tanning, Dan?" Aku masih kepo dong, tentu saja!
"Biasanya jam 6 pagi dan menjelang magrib" Tambah Ramdhan lagi.
Untunglah trek di samping bendungan ini segera berakhir. Kami pun berbelok, mulai memasuki hutan perawan yang sebenarnya.
Simfoni Hutan Lindung Sungai Wain, si Hutan Perawan Balikpapan
"Ibu, lihat gemburan tanah itu?" Itu bekas sosoran babi hutan Bu. Tambah Ramdhan lagi.
Aku menoleh ke kanan dan yes, gundukan tanah liat terlihat di beberapa tempat.
Simfoni hutan segera menyambut kami. Suasana sejuk dan teduh langsung membasuh kalbu. Mentari sudah tak kuasa menembus tajuk flora rimba.
Di depan, Ramdhan sesekali menebaskan parang jika ada penghalang.
Kami lalu hanyut dalam kebisuan hutan, mereguk kedamaian, menyesap eksotika sang perawan!
Tiba-tiba, simfoni hutan semakin gaduh dan riuh!
"Apakah ibu memperhatikan perbedaan suara-suara binatang semenjak kita masuk tadi Bu? Sekarang semakin nyaring ya Bu. Itu tandanya ada perbedaan waktu. Coba lihat jam ibu, pasti sekarang sekitar jam setengah sebelas" Tukas Ramdhan lagi.
Aku meraih HP dan yup, 10:31 tertera di sana!
"Begitulah cara binatang hutan menandai waktu Bu. Coba deh nanti sekitar jam 11, pasti bakal riuh lagi, Tambah Ramdhan lagi.
Again, masya Allah, to be honest this is so new for me!
Rest Area Pos Satu
Akhirnya kami sampai di area yang sedikit terang dan terbuka, namun berbalut aura sendu. Sinar mentari mengintip malu-malu dari sela dahan dan mendarat lembut di lantai dasar hutan perawan.
"Jika beruntung, kita bisa bertemu burung enggang Bu, di sini tempat mereka mencari makanan" Ramdhan membuka percakapan.
Sambil menunggu peserta lain tiba, aku mengambil video tajuk pohon sambil berputar, dengan low angle!
Wah, rasanya begitu luar biasa. Kamu, iya kamu, harus buktikan sendiri kebenaran sensasi sesi merekam footage seperti ini!
"Saya perhatikan tadi ada yang ketinggalan sangat jauh dari rombongan" Pak Rusdiansyah membuka sesi ketika peserta sudah berkumpul di post istirahat hits ini.
"Saat bepergian dengan rombongan apalagi dalam hutan, usahakan jangan sampai terpisah, ya. Resikonya bisa sesat!"
"... dan yang paling penting usahakan situasi selalu dalam keadaan sunyi, seperti suasana eksotika belantara, agar penghuni hutan tidak merasakan kehadiran kita, sehingga kemungkinan untuk bertemu dan berinteraksi dengan mereka lebih besar"
Demikianlah beberapa catatan yang aku dapatkan saat sesi istirahat.
Usai foto bareng dan minum, 15 menit kemudian kamu pun kembali ke Pos Ulin dengan jalur trekking berbeda.
Pulang dengan Trek Berbeda
Kembali aku berada tepat di belakang Ramdhan.
Beberapa rute pulang ini agak sedikit berbeda dri rute awal tadi. Kali ini kami tidak melewati bendungan tempat buaya "hang out".
Terus terang aku sangat suka jalur pulang ini, karena eksotika belantaranya sangat terasa. Berjalan di bawah tajuk pohon-pohon yang didominasi marga shorea.
Sesekali Ramdhan berhenti, dan tentu saja penyakit kepo aku kembali kumat!
"Dan, kenapa tadi kamu berhenti?"
"Oh tadi, aku sayup-sayup mendengar suara monyet di kejauhan, Bu. Aku pikir mereka mau berlompatan ke arah lokasi kita"
"Oh, begitu"
"Mau say hello kali!" Batinku geli.
Tiba-tiba, Ramdhan berhenti di sebuah pohon yang kulitnya "terluka"
"Nah, ini bekas cakaran beruang madu, Bu. Dia mencakar batang pohon dan ingin mencari serangga yang biasanya membuat sarang di batang pohon"
Saking takjubnya aku lupa bertanya, jam berapakah meal time sang beruang madu itu.
Baidewei, subway, menurut pengamatanku trek pulang ini agak sedikit "menantang" giccu, karena ada beberapa topografi yang mendaki. Lumayan bikin keringat bercucuran meski dalam balutan kesejukan hutan perawan.
Alhamdullilah, akhirnya kami tiba kembali di Pos Ulin dan ternyata beberapa peserta sudah tiba dan sedang menyantap makan siang.
Usai mencuci tangan, seorang panitia langsung menyodorkan nasi kotak.
Sempurna,bisikku dalam hati, karena "kampung tengah" memang sudah minta diisi!
"Kami tadi pakai jalur yang sama seperti rute masuk tadi Bu, jadi lebih dekat!" Jelas Rian, salah sorang peserta yang duduk di sampingku saat aku mulai menyantap nasi kotak.
Kiat Berkunjung ke Hutan Lindung Sungai Wain, Sang Perawan Urban!
"Berkunjung ke HLSW dan bertemu beruang madu atau hewan endemik lain, tak seorang pun bisa memberikan jaminan!" Tegas Mba Tari, salah seorang peserta yang juga memiliki agen travel ini.
Semuanya tergantung rezeki dan tingkah lalu kita saat trekking di dalam hutan.
"Oh, kirain tergantung amal ibadah, mba!" Aku menyelutuk dan pecahlah tawa di Pos Ulin.
"Namun ada beberapa kiat yang bisa kita adopsi agar kemungkinan bertemu penghuni hutan bisa menjadi kenyataan!" Sambung Pak Rusdiansyah. Diantaranya, galilah informasi sebanyak-banyaknya dari PIC tour dan yang utama, hindari berisik saat di areal hutan perawan!
Informasi Lainnya
Pos Ulin, selain sebagai pos penjagaan utama Hutan Lindung Sungai Wain juga berfungsi sebagai sentra kerajinan Sungai Wain. Puluhan pengrajin yang juga warga Sungai Wain tergabung dalam kelompok pengrajin hasil binaan program CSR Pertamina, dengan Discover Borneo sebagai pelaksana program.
Sayang sekali aku lupa mengambil foto hasil karya pengrajin ini. Mungkin ini pertanda agar aku ke sini lagi. Hihihi.
Seperti aku sebutkan di awal, jalur perjalanan bisa dipilih sesuai kemampuan dan panjang jalur jelajah. Untuk perjalanan setengah hari, pilihan Jalur Pendidikan seperti di atas bisa jadi opsi. Jika ingin bermalam di rimba, Jalur Induk menjadi pilihan utama!
Saat ini, harga tiket masuk ke Hutan Lindung Sungai Wain masih gratis namun dianjurkan untuk memberi tips kepada Forest Ranger seperti Mas Ramdhan.
Baidewei, subway, saat trekking kemarin, aku sangat menikmati suasana dan hanya mengambil sedikit dokumentasi. Selain itu suasana di dalam hutan juga minim cahaya, terhalang kanopi tajuk penghuni rimba. Jadi kalau kamu punya akses ke HP Sultan, bawa juga ya, biar greget kebangetan!