Pengalaman Isolasi Mandiri di Rumah Pasca Terinfeksi Covid-19. "Badan abang nyeri banget, Bun. Kayak ditusuk-tusuk gitu. Mau istirahat saja habis Jumatan nanti"
Itulah kalimat yang dilontarkang hubby, Jumat 25 Juni 2021. Aku tidak punya firasat apa pun, karena kadang kala memang sesekali doi istirahat makan siang pulang ke rumah.
Sudah hampir 2 tahun doi menekuni pekerjaan sebagai supir online, jadi memang selama masa pandemi termasuk yang beresiko tinggi.
Usai berkata begitu, setelah cuci tangan dan ganti baju, doi rebahan sambil menunggu sholat Jumat.
Namun tak disangka usai Jumatan, nyeri badan doi semakin memuncak. Aku meraih termometer digital dan 39 tertera di sana.
Saat itu "feelingku" sudah mulai "bicara". Namun doi berkata, ini mungkin gejala flu biasa.
"Abang istirahat saja dulu ya, Bunda, siapa tahu bangun tidur, baikan"
Ternyata gejala tidak cukup sampai di situ saja, kini doi merasa kaki dan tubuh dingin.
Kami langsung konsultasi ke teman yang kebetulan seorang dokter dan disarankan langsung ke IRD (Instalasi Rawat Darurat) untuk test rapid antigen menggunakan fasilitas BPJS.
|
Foto diambil sebelum kebijakan double masker |
The Covid-19 and My Hubby
Usai sholat magrib kami langsung ke IRD, RSPB (Rumah Sakit Pertamina Balikpapan). Untuk pasien Covid, RSPB punya IRD terpisah. Aku juga baru tahu!
Sebuah meja registrasi dengan perawat mengenakan busana prokes lengkap. Biasanya aku hanya menyaksikan busana ini lewat gadget.
Namun tidak hari ini!
Aku berhadapan langsung dengan petugas garda depan Covid-19!
Ada beberapa orang sedang duduk dengan jarak kira-kira 1,5m di depan meja registrasi. Yang lain duduk di pinggiran beton sambil memainkan gadget. Ada juga yang sedang menelepon kerabat.
Nun di sudut sana, kira-kira 5 meter dari meja registrasi, ada barisan kursi yang terisolir dengan jarak kira-kira 1 meter antara kursi satu dengan lainnya.
Sekeliling area kursi ini dienuhi banner edukasi seputar Covid-19, seperti pentingnya memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, perbedaan kebaikan mencuci tangan di air mengalir ketimbang hand sanitizer dll.
"Kursi apa itu, Mas?"
Aku bertanya ke petugas sambil menunggu giliran.
"Oh, itu, ruang tunggu buat pasien positif, Bu"
Belakangan aku tahu bahwa usai di test rapid antigen/PCR dan dinyatakan positif, pasien akan menunggu pemeriksaan lanjutan dari dokter di area ini.
Begini urutannya:
> Pasien registrasi lalu dilakukan pengukuran saturasi oksigen.
> Pasien menggu giliran test rapid antigen/PCR.
> Usai test rapid, pasien kembali menunggu pelayanan pemeriksaan dokter.
Catatan:
Test rapid antigen dilakukan di dalam ruangan AC oleh petugas dengan busana prokes.
> Pasien diminta kembali ke luar ruangan sambil menunggu pelayanan CT scan thorax, pemeriksaan darah dan terakhir rujukan selanjutnya seperti dirawat inap atau isoman, isolasi mandiri di rumah atau di fasilitas kesehatan lainnya.
Malam itu, pasien tidak terlalu banyak di meja registrasi. Jadi tak sampai 5 menit, Abang sudah langsung dilayani di meja registrasi.
Yang lumayan lama menunggu ketika gilitan test rapid antigen.
Saat menanti inilah aku melihat banyak keluarga pasien ke luar masuk dari IRD. Terlihat aktivitas di bagian dalam IRD begitu tinggi. Petugas dengan busana prokes lengkap bak antariksawan, hilir mudik masuk dan keluar dari satu ruangan ke ruangan lainnya.
Aku masih berharap, you know, hasil test rapid antigen Abang, negatif.
Terbayang lagi adegan di meja registrasi beberapa saat tadi.
"Keluhannya apa saja nih, Pak Iqbal" Tanya perawat
"Nyeri sekujur tubuh, panas sampai 39 derajat, sedikit batuk dan sesekali kedinginan"
Aku mendengar jawaban Abang.
Perawat langsung memeriksa tekanan darah dan saturasi oksigen dengan alat oksimeter!
Aku lupa tensi abang berapa tapi yang paling aku ingat banget saturasi oksigen 98.
"Silahkan menunggu, untuk test rapid antigen ya, Pak" Tambah perawat itu lagi.
"Di mana menunggunya?" Aku bertanya
"Boleh di luar sini atau mau masuk di dalam juga, boleh"
Kami memutuskan menunggu di dalam ruangan AC, karena di luar sangat gerah.
Tak sampai sepuluh menit, perawat wanita lain kembali dengan seperangkat alat test rapid di tangannya.
"Pak Iqbal, silahkan duduk di sini, saya akan test rapid antigen"
Perawat menunjuk sebuah kursi di mana ada banyak pernik-pernik laboratorium di atasnya.
"Mohon maaf ya Pak, saya pegang kepala Bapak" Tambah perawat wanita itu lagi.
"Maaf Pak, kepalanya agak mendongak sedikit ya"
Aku mendengar suara perawat itu lagi.
Momen di depanku langsung membawaku ke sensasi test rapid antigen, sesaat mengikuti bimtek kerjasama Komisi X DPR-RI dan Kementrian Pariwisata beberapa waktu lalu.
Prosesnya sungguh sangat berbeda!
Saat itu, petugas hanya memasukkan alat dari seberang meja, dan bukan seperti yang terjadi saat ini di depanku, petugas berdiri di samping Abang, memegang kepala yang sedang mendongak lalu ada gerakan melintir.
Ternyata swab antigen itu ada 2:
1. Swab antigen Nasofaring
Iinilah yang kami dapatkan di IRD RSPB
Petugas memulai memasukkan dakron dengan tangkai lentur melalui lubang hidung, setelah tidak ada hambatan terus kebagian nasofaring plus bagian memutar sekitar 2 detik.
Nah, bagian ini nih yang bikin mata memanas saat dakron menyentuh nasofaring.
Baca juga : Lebih Dekat dengan Kanker Prostat!
Baca juga : Pengalaman Bedah Mulut Infeksi Akut Gigi Geraham
2. Swab antigen Nasal
Aku tak merasakan apa-apa saat petugas melakukan swab antigen nasal ini sesaat memulai bimtek di atas tadi karena memang pengambilan sampel hanya sedalam 2cm dari permukaan lubang hidung.
"Wah, bisa bikin nangis juga ya!"
Aku mendengar respon Abang usai perawat melakukan swab antigen.
"Iya, Pak. Memang begitulah kalau swab antigen nasofaring yang benar, sedikit tidak nyaman!"
Belakangan aku juga mengetahui, saat menyimak acara zoom meeting oleh teman Abang, dokter MN Khairuddin itu, mengonfirmasi fakta ini, memang begitulah seharusnya, swab nasofaring, tidak nyaman, karena pengambilan sampel dilakukan sampai ke nasofaring (pangkal tenggorokan).
Aku bahkan bisa merasakan mataku memanas seperti mau nangis, hihihi.
Ternyata, Yasmin juga mengonfirmasi mendapat sensasi yang sama, tidak nyaman.
"Jadi kalau ada yang klaim bahwa swab antigen nasofaring itu tidak menimbulkan efek apa-apa, justru itulah yang harus diwaspadai. Berarti petugas tidak melakukan sesuai juklak" Demikian dokter MN Khairuddin menambahkan.
Lagi-lagi aku mendapat pencerahan luar biasa!
"Selanjutnya, akan ada pemeriksaan darah dan CT Scan thorax ya, Pak. Silahkan menunggu"
Tak sampai 10 menit, kembali Abang diambil darah dan dikirim ke ruangan rontgen.
Tak sampai satu jam, hasil swab antigen datang. Abang positif, Covid-19!
Meski aku sudah punya "feeling"namun tetap saja, konfirmasi ini membuatku terhenyak. Entah mengapa aku langsung merasa tidak nyaman, insecure dan pengen cepat-cepat pulang, istirahat!
"Untuk hasil rontgen, Bapak bisa menunggu dokter untuk membacakan hasilnya, atau boleh kembali ke sini besok pagi"
"Gimana Bunda? Kita tunggu saja ya, biar tidak bolak-balik" Aku mengiyakan ide Abang.
Hampir 1 jam kami menunggu, masih belum ada kabar. Badanku semakin tak nyaman dan kami memutuskan pulang setelah mendapat resep obat.
Sabtu, 26 Juni 2021
Abang memulai isoman!
Nyeri tubuh semakin menjadi-jadi, plus demam, flu dan batuk. Namun temperatur suhu sudah mulai turun ke 38 terutama setelah minum resep dokter, tablet Sanmol.
Melihat keadaan Abang, sungguh aku sudah tak yakin dengan keadaanku sendiri. Perlahan aku mulai merasakan nyeri. Nyeri yang kadang-kadang secara sporadis menyerang di punggung, bokong, kaki dan tangan.
Namun aku masih bisa beraktivitas di rumah, mencuci piring, menyapu dan sesekali memegang gadget diantara aktivitas menjadi perawat Abang.
Di rumah Abang selalu memakai masker. Sementara aku dan Yasmin, tidak. Kami hanya menghindari bersentuhan langsung dengan Abang.
"Bang, gimana kalau Abang isolasi mandiri di hotel, biar lebih afdol" Aku mengajukan ide.
Kebetulan beberapa waktu lalu aku pernah membaca status ig Bapak Walikota Balikpapan terpilih, Rahmad Mas'ud, yang menambahkan 1 fasilitas hotel untuk isolasi mandiri.
"Boleh juga" Respon Abang.
Namun ternyata semua fasilitas isolasi mandiri di Balikpapan penuh. Terjadi lonjakan pasien Covid-19. Jadi hanya pasien dengan kondisi darurat yang dilayani di sana.
Minggu, 27 Juni 2021
Usai mengurus kebutuhan Abang, aku melirik ember cucian. Nyeri itu datang lagi. Kali ini diselingi mual, sesekali.
Tapi aku melawan rasa sakit, tetap melanjutkan aktivitas mencuci!
Kuakui, saat mencuci, rasa nyeri pun menguap. Mungkin karena aktivitas aku kali ya. Fokus mencuci jadi otakku tidak sempat memproses rasa nyeri.
Nah, saat menjemur, kebetulan ada di lantai dua, aku merasa agak sedikit oleng, mual dan nyeri kembali menyerang.
Oh iya, malam sebelumnya ada Dokter satuan tugas Covid-19 Balikpapan yang meminta aku dan Yasmin melakukan swab antigen di hari Sabtu, 26 Juni 2021 di Puskesman Sepinggan Baru, kelurahan di mana aku tinggal. Cuma, karena Sabtu itu aku lelah, aku tertidur hingga sore hari. Gagal deh swab antigen.
Jadi, pas menjemur ini, aku ingat!
Aku meminta Abang WA dokter satgas Covid-19 itu, untuk memastikan apakah kami bisa swab antigen sekarang, Minggu 27 Juni 2021 di Puskesmas Sepinggan Baru.
Lama baru direspon, akhirnya kami disarankan swab antigen sekarang.
"Bang, kami ke Puskesmas Sepinggan ya. Swab antigen. Naik transport online saja!"
Alangkah kecewanya kami, sesampainya di sana petugas berkata, tidak ada jadwal swab antigen!
Bisa dibayangkan betapa kesal, kecewa dan marahnya aku. Tapi aku pendam saja. Lelah, Hayati!
Kembali ke rumah, karena situasi emergensi menurutku, aku minta tolong Abang mengantarkan kami ke IRD RSPB lagi, karena kebetulan teman SMA Abang yang jadi dokter di sana, Dokter MN Khairuddin itu, Direktur RSPB.
Iya, meski Abang positif Covid-19, doi masih bisa nyetir. Sampai di IRD RSPB abang langsung menjaga jarak dengan orang-orang di sekitar, duduk di ruang tunggu, sementara kami duduk dekat meja registrasi.
Pilihan ini terpaksa kami ambil karena tidak ingin mengambil resiko jika menggunakan transport online dan menularkannya ke orang lain, karena saat itu aku dan Yasmin memang belum terkonfirmasi positif Covid-19.
Tetapi sekali lagi ini adalah keputusan darurat.
The Covid-19 and I
Masih kejadian di Minggu 27 Juni 2021.
Kali ini ruang regitrasi Covid IRD, RSPB lumayan ramai dibanding Jumat malam kemarin.
Kami harus mengantri mulai dari registrasi, swab antigen, pemeriksaan dokter, ambil darah dan CT Scan thorax (rontgen)
... dan hasilnya, Yasmin dan aku, POSITIF! Saturasiku 95, Yasmin, 96.
|
Konfirmasi positif itu! |
Sejujurnya, hasil ini tidak terlalu mengagetkanku mengingat semua gejala yang sudah aku alami.
Siang itu, sambil menunggu hasil rontgen, kami makan di bagian belakang mobil di parkiran RSPB. Aku ingat sekali, selera makan kami masih sangat baik. Semua makanan ludes, des!
Masih seperti malam sebelumnya, sesi mengunggu rontgen memang menjemukan. Kami memutuskan pulang!
Di sinilah kami melakukan hal fatal!
Tidak memeriksa ulang daftar obat yang diberikan perawat. Mungkin karena sudah lelah sejak pagi antri dan pulang menjelang Ashar.
Apakah yang terjadi selanjutnya?
Isolasi Mandiri (Isoman)
Aku percaya setiap pasien Covid-19 pastilah punya kisah unik.
Maksudnya, Hayati?
Boleh jadi gejala pasien satu berbeda dengan yang lainya. Namun boleh jadi juga punya kemiripan. Jadi, yang aku bagi di sini murni pengalamanku pribadi.
Isoman 1, Minggu, 27 Juni 2021
Seperti yang aku jelaskan, meski sudah menduga positif Covid-19, aku tetap saja sedikit syok. Sementara Yasmin, OTG, terlihat biasa-biasa saja. Tidak mengeluh atau kesakitan. Just like any other normal day.
Pulang dari RSPB aku langsung melahap semua obat yang meliputi anti virus, anti biotik, flu, batuk dan vitamin zinc.
|
Antivirus, harus dihabiskan! |
Menurut pengalaman sakit sebelumnya, karena memang aku, alhamdullillah jarang banget sakit, biasanya, tubuhku akan cepat bereaksi dengan obat. Misalnya badan terasa lebih ringan apalagi kalau sudah dibawa rebahan dan bisa tertidur pulas.
Tapi tidak kali ini!
Tubuhku masih saja nyeri seperti ditusuk-tusuk, mual, sakit kepala bagian kanan di belakang, dada kanan juga seperi ditusuk tembus ke punggung belakang, masih sebelah kanan.
Setiap serangan datang, aku langsung rebahan untuk memedam rasa yang ditusuk-tusuk itu, berbaring dengan posisi terlentang dan berusaha tidak bergerak untuk meminimalisasi rasa nyeri. Tetapi, tidak berhasil, nyeri masih meraja!
Isoman 2, Senin, 28 Juni 2021
Masih dengan gejala yang sama. Aku merasa sangat down. Saat berbaring aku sering menatap hubby dan kadang tergoda ingin meninggalkan pesan-pesan seperti kebanyakan dilakukan orang yang ingin meninggal.
Namun perasaan itu aku tahan. Sebagai gantinya, airmata akan membanjiri bantal dan aku sesunggukan.
Tentu saja ini mengundang respon Abang.
"Bunda, yang kuat Bunda. Yakinlah sakit ini akan menggugurkan dosa-dosa kita jika ikhlas. Semangat ya Bunda!"
Mendengar doa Abang aku malah semakin terharu. Di antara sakitnya, Abang masih memberikan semangat untukku.
Abang, meski positif, keadaan fisiknya tidak banyak berubah. Masih bisa gesit beraktivitas. Doi-lah yang bolak-balik melakukan aktivitas di dapur.
Keluarga besar segera merespon begitu mendapat kabar kami sekeluarga positif. Ada yang mengirimkan logistik sembako, kuliner siap makan, buah-buahan sampai top up saldo GoPay.
Beberapa teman SMA Abang juga melakukan hal yang sama. Mengirim minuman jahe plus kajang ijo, gulai kambing dll.
Abang yang sesekali memeriksa hp juga mendapat kiriman meme, video lucu dan bentuk dukungan lain seperti bertanya status kami sekeluarga.
Aku sendiri tidak tertarik menyentuh hp apalagi laptop. Aku masih berjuang dengan mual, nyeri dan sesekali batuk. Terutama nyeri. Masya Allah!
Intinya, semua bentuk perhatian itu sangat berarti, kami merasa tidak sendiri menghadapi keadaan ini!
Isoman 3, Selasa, 29 Juni 2021
Pagi ini tubuhku semakin lemah, fisik dan mentalku drop, terjun bebas!
Sepertinya aku akan mati hari ini, pikirku!
Bergerak sedikit saja, badanku nyeri bukan kepalang. Sesekali ada serangan sporadis seperti di tusuk-tusuk di berbagai tempat seperti dada kanan, punggung belakang, pergelangan tangan dan kaki. Sakit sekali!
Kami juga dipinjami alat oksimeter. Hari ini saturasi aku malah 100. Naik dong dari 96, sebelumnya. Aku juga zero sesak nafas! Hanya nyeri tubuh bagai ditusuk-tusuk yang semakin menggila!
Sementara Yasmin tidak memiliki semua gejala di atas. Doi hanya merasa sedikit nyeri tubuh dan mual. Sesekali diselingi batuk. Saturasi juga 100. Demikian juga Abang, 100.
Di hari ini (kalau Abang sudah Isoman 5), Abang sudah kehilangan indera penciuman dan rasa!
Aku masih makan semua obat yang diresepkan. Dan aku baru menyadari dalam daftar obatku tidak ada Sanmol, yang diklaim mengurangi nyeri!
|
Ini juga, antibiotik, harus dihabiskan! |
Begitu juga resep Yasmin. Tak ada Sanmol. Hanya Abang yang punya.
"Kog bisa ya, padahal nyeri tubuhlah yang paling aku ingat ketika sesi tanya jawab saat registrasi"
"Apakah perawat/dokter kelupaan?"
Aku sungguh tak tahu apa yang terjadi dan tidak punya kekuatan untuk berpikir.
"Bang, minta tolong sama keluarga untuk belikan Sanmol ya"
"Iya, Bunda. Ntar Abang minta tolong"
Alhamdullillah saat sesi makan obat di malam hari, tablet Sanmol masuk dalam daftar obat.
|
Yang terlupakan, hiks! |
Isoman 4, 30 Juni 2021
Alhamdullillah, pagi ini aku takjub dan merasa bersyukur banget. Saat bangun, tubuhku terasa ringan banget. Nyeri pun hilang tak berbekas.
Langsung terbayang aktivitas menyenangkan yang menantiku!
Mencuci pakaian, membersihkan rumah yang seperti kapal pecah dan memeriksa HP, karena sejak dinyatakan positiv sejak Minggu, 27 Juni 2021, aku tak menyentuh HP sama sekali. Pusing mual segera melanda saat melihat layar HP. Apalagi laptop tidak aku sentuh sama sekali. Not interesting at all!
Iyes! Dengan semangat 45 aku nyuci lho pemirsah. Lumayan banyak tuh cucian. Jemuran sampai berlapis-lapis.
Mejelang sesi menyuci usai. Serangan nyeri datang lagi. Tapi aku masih bisa mengatasi. Lanjut nyuci, hihihi.
Di dapur, Abang menyiapkan makan siang yang dikirimkan teman. Aku melirik, "Wow ada gulai kambing!" Sudah terbayang kelezatannya!.
Sebagai informasi, senyak dinyatakan positif, 27 Juni lalu, indera penciuman dan rasa, alhamdullillah belum terusik, Moenah.
Jadi, ekspektasiku pun demikian jugalah hari ini!
Ternyata aku salah!
Hari ke empat pasca dinayatakan positif covid, indera penciuman dan rasa juga terenggut!
Pernahkah kamu mebayangkan ketika tidak punya penciuman sama sekali?
Itulah yang terjadi kepada kami sekeluarga.
Jadi, kehilangan indera penciuman dan rasa itu, NYATA! Bukan HOAX!
Abang bahkan sudah kehilangan beberapa hari sebelumnya. Doi hampir tiap hari bertanya kepadaku, "Bunda, apakah mencium aroma minyak kayu putih ini?" Kata doi sambil mengusapkan ke hidungnya. "Iya, masih bisa Bang" Jawabku.
Si Abang hampir setiap saat mengusapkan minyak kayu putih ke lubang hidung dan ke pangkal hidung. Aku sudah mengingatkan agar jangan terlalu banyak. Kelihatan banget doi sangat terobsesi dengan minyak kayu putih.
Dan benarlah, pangkal hidung doi jadi merah kayak tomat masak dan... terkelupas!
"Bang, stop dulu Bang, itu sudah terjadi iritasi!" Protesku ke Abang.
Alhamdullillah doi berkenan mendengarkan masukan.
Namun hari ini, giliran aku yang mengalami kehilangan indera penciuman dan rasa.
Rasa di sini maksudnya, aku hanya punya rasa manis, asin dan pahit!
Selain 3 rasa itu aku tak punya.
Dan yang paling parah adalah didominasi rasa asin! Hampir semua yang aku makan berasa asin kebangetan! Mengerikan!
Kecuali saat aku makan donat dengan topping coklat. Nah, rasa manislah yang dominan. Tapi ketika aku makan donat dengan topping keju, alamak asin kali, pemirsah! Padahal di bawah topping keju itu ada lapisan krim lho. Aneh tapi nyata. Jadi ingat acara TVRI saat jadul, hihihi.
Usai makan siang, nyeri seperti ditusuk-tusuk itu kembali menyerang. Sanmol tetap aku minum karena dosisnya memang 3x sehari.
|
Penolong batuk, aku habiskan juga! |
|
Ini juga aku habiskan! |
"Lain kali, jangan langsung beraktivitas berat dulu Bunda. Bunda masih sakit lho" Aku mendengar suara Abang dan dalam hati aku mengaminkan.
Siang itu aku tidur nyenyak sekali sampai Ashar.
Alhamdullillah, badanku sudah merasa enakan, meski serangan sporadis nyeri masih ada namun masih bisa aku hadapai. Tak sehoror sebelumnya!
Isoman 5, 1 Juli 2021
Selamat datang Juli!
Bangun pagi, tubuhku terasa ringan lagi!
Nyeri di sekujur tubuh sudah berkurang, namun serangan sporadis nyeri di tungkai tangan, kaki, dada kanan, sakit kepala bagian belakang sebelah kanan yang tembus ke punggung kanan masih ada!
Karena tak kuasa menahan kepo, aku meraih HP dan bertanya ke keponakan, Dokter Merlinda Simanjuntak.
"Mer, kenapa ya Tante masih nyeri seperti ditusuk-tusuk itu?"
Beberapa fakta aku dapatkan dari doi seperti:
> Virus corona selain menyerang imunitas juga psikis dan mental. Rasa down itu normal asal jangan berlarut-larut.
> Nyeri seperti ditusuk-tusuk namanya "Mialgia" atau nyeri otot. Seiring waktu akan sirna.
> Obat antivirus membantu kecepatan untuk sembuh. Pastikan makan sesuai resep dokter! Jangan beli sendiri, jika sudah habis. Resep aku, 2xsehari untuk 7 hari. Jadi ada 14 tablet.
> Boleh minum vitamin-vitamin, madu dan suplemen
> Harus makan, rasa tak enak kudu dilawan agar virus corona keok!
Iyes, meski rasa makanan tak berjejak, aku tetap paksakan makan!
Karena indera rasa yang hilang, aku kini lebih banyak makan buah.
Kebetulan ada keluarga yang kirim pisang raja. Masya Allah nikmat sekali! Rasanya belum pernah aku makan pisang raja senikmat ini.
|
Kesayanganku! |
Pisang raja selalu aku masukkan dalam daftar menu baik sarapan, makan siang dan makan malam. Hanya pisang raja yang membuat hidupku bergairah, karena rasa manisnya yang menurutku, luar biasa!
Ada juga apel dan jeruk kiriman keluarga.
Yang pasti tiada hari tanpa buah. Pisang raja, apel dan jeruk manis kiriman sahabat dan keluarga semuanya tuntas, tas!
Lagi-lagi aku bersyukur di kelilingi keluarga dan sahabat yang menyayangi kami. Bahkan saat aku menuliskan ini, airmataku tak kuasa mengalir lagi.
Sungguh terasa banget saat isoman di rumah ini ini, bantuan apa pun sangat berarti!
Sangat terbantu dan bersyukur sekali kalau bantuan yang datang langsung bisa dinikmati, karena aku tak punya kekuatan beraktivitas di dapur. Tim rebahan melulu!
Sementara Abang masih bisa sesekali ke dapur, masak air. Kami sudah lama memutuskan tidak pakai dispenser, karena terkadang air yang dibeli suka ada lumutnya, hihihi.
Oh iya, hampir lupa menambahkan, hampir tiap hari kami juga berjemur di teras saat ada sinar matahari. Kebetulan di Balikpapan saat isoman, kadang kala hari hujan dan mendung seharian.
Selama isoman kami juga dilarang menggunakan AC, karena diklaim bisa membuat virus semakin berkembang biak.
Tapi aku tak ada keberatan dengan syarat ini, karena biasanya selalu kedinginan terutama saat malam hari. Jarang banget kepanasan. Jarang berkeringat, kecuali saat aktivitas berjemur.
Isoman 6, 2 Juli 2021
Gejala keluhan pasien Covid yang aku alami seperti nyeri, mual flu dan batuk berkurang signifikan. Menyantap buah adalah aktivitas favoritku karena indera penciuman dan rasa yang hilang.
Untuk penciuman sama sekali aku tak punya, pemirsah!
Ini ada plus minusnya juga ya, hahaha.
Yang pasti kalau pas di kamar mandi BAB, tak ada bau yang terekam. Luar biasa!
Isoman 7, 3 Juli 2021
Hari ke tujuh adalah hari terakhir mengkonsumsi anti virus dan anti biotik, karena dosisnya memang hanya untuk pemakaian 7 hari.
Aku langsung bertanya ke keluarga yang kebetulan seorang dokter.
"Dok, apakah kami harus beli mandiri antivirus dan antiobiotik?"
"Oh, tak perlu Tante. Memang dosisnya hanya sampai 7 hari saja. Biasanya virus sudah mati dan ini tinggal pemulihan saja"
Alhamdullillah, aku merasa lega mendengarnya!
"Tapi, Tante masih belum bisa mencium dan merasa lho, Dok"
"Iya, Tante, memang begitu, biasanya akan membaik setelah 2 minggu pasca dinyatakan positif. Tapi bisa juga 2 ampai 5 bulan"
"Alamak!"
Belakangan aku ketahui istilah "anosmia" untuk gejala yang paling umum penderita Covid ini!
Isoman 8 sampai 14 hari
Nyeri sudah jauh berkurang namun batuk sesekali masih ada, terutama kalau aku kurang mengkonsumsi air putih hangat.
Oh iya, selama masa isoman, air putih hangat mendominasi gaya hidup kami. Selalu air putih hangat dalam setiap kesempatan. Sesekali kami minum Yakult dari rak kulkas yang dikirim keluarga beberapa hari lalu.
Sekali lagi, makan buah adalah aktivitas favoritku!
Selain rasanya yang manis di lidah bikin BAB lancar kayak jalan tol. Warna BAB-nya juga cakep, kuning terang gitu, hihihi. Yang pasti zero bau, hihihi.
Untuk indera penciuman dan rasa, perlahan membaik dam akhirnya sempurna, kembali 100%, pada hari ini aku menulis artikel, 15 Juli 2021.
Berarti kurang lebih hampir 3 minggu ya, sejak konfirmasi positif Covid-19 dan memulai isolasi mandiri di rumah, 27 Juni 2021.
Last but not least, berikut beberapa catatan pribadi aku selama menjadi pasien isolasi mandiri Covid-19,
- Jika ada anggota keluarga dalam satu rumah dinyatakan positif Covid, sangat disarankan anggota keluarga lainnya swab antigen/PCR juga untuk menghindari penularan.
Inilah yang kemarin aku tak terpikir untuk melakukannya dan perawat juga tidak menawarkan. Jadi tidak teringat sama sekali. Mungkin pengaruh panik.
Jadi, jangan mengulang kesalahan yang aku buat. Hindari panik, stay calm!
- Iyes, aku ulang lagi. Saat dinyatakan positif Covid-19, stay positive, stay calm! Meski prakteknya sulit tetapi percayalah ini sangat membantu!
Tak perlu sibuk mencari asal muasal virus, menyalahkan diri apalagi menyalahkan orang lain. Tapi kalau mau introspeksi, sah-sah saja. Yang krusial saat ini fokus untuk sembuh, Pal!
- Saat sesi interview dengan perawat, ceritakan semua keluhan, jangan sampai ada yang terlewat ya, karena setiap pasien Covid itu unik! Punya gejala yang boleh jadi sama, tapi mungkin juga berbeda sama sekali.
Semua tergantung bagian tubuh mana yang diserang virus!
|
Virus Corona itu. Memang ada mahkotanya ya! |
Jika virus berkembang di saluran pernafasan, maka seseorang yang terinfeksi bisa mengalami batuk.
Nah, jika virus berkembang di saluran pencernaan, maka penderita Covid-19 bisa alami diare.
Untuk keluarga kami sepertinya virus berkembang di saluran pernafasan.
Ada yang tanpa demam, ada yang pakai demam.
Untuk kasus di rumah kami, Abang mengawalinya dengan demam dan suhu tubuh 39, sementara aku dan Yasmin tanpa demam. Saat swab antigen temperatur kami malah normal, 36 derajat Celcius.
Dikutip dari Kompas.com yang melansir Elemental, berdasarkan kasus virus corona di banyak negara, sejumlah ahli menyimpulkan, sistem daya tahan tubuh mempengaruhi infeksi pasien yang positif Covid-19.
Dilansir dari Kompas.com, Profesor kedokteran dari Harvard Medical School, Mandeep Mehra MD mengungkapkan bahwa tubuh seseorang akan otomatis mengeluarkan imun bawaan begitu terinfeksi virus. Termasuk virus corona!
Saat sistem daya tahan tubuh sedang bekerja, maka akan melibatkan protein yang disebut interferon.
Interferon bertugas menghambat kemampuan virus untuk berkembang di dalam sel tubuh manusia.
Selain itu, protein tersebut juga akan mengomando sel daya tahan tubuh lainnya untuk menyerang virus supaya tidak menyerang bagian tubuh lainnya.
Idealnya, respon awal itu mampu membuat tubuh seseorang yang diserang virus kembali mengendalikan infeksi.
Namun ternyata, perlu diingat, virus juga memiliki sistem pertahanan untuk mampu melepaskan diri dari protein interferon.
Hmmm, itulah kenapa tubuhku terasa sakit, karena respon imun bawaan, ternyata!
Sakit bisa datang dalam bentuk demam, saat sistem imun mengingatkan tubuh.
Nah, kalau kita mengalami batuk dan diare, berarti sistem imun sedang berjuang mengeluarkan virus dari dalam tubuh.
Jadi sekali lagi, itulah kenapa virus yang sama mampu memunculkan gejala yang berbeda-beda pada masing-masing orang yang terinfeksi.
Berikut beberapa hal yang bisa dilakukan saat isolasi mandiri di rumah
- Memberitahu keluarga, RT atau sahabat dalam lingkaran bahwa kita terinfeksi virus corona, sehingga mereka bisa memantau keadaan kita.
Covid-19 bukan aib, bukan dosa yang harus disembunyikan!
- Idealnya tidak serumah dengan orang yang beresiko tinggi seperti bayi, lansia, orang dengan sistem imun rendah, penderita diabetes, hipertensi dan jantung.
Namun karena kami ketiganya positif dan fasilitas kesehatan di Balikpapan penuh, kami memutuskan isolasi mandiri di rumah.
Aku dan Abang sekamar, sedangkan Yasmin di kamarnya sendiri.
- Setiap hari jendela kamar dibuka agar sinar matahari masuk, terjadilah sirkulasi udara
- Minum semua resep obat sesuai dosis
- Punya alat oksimeter (mengukur kadar oksigen dalam darah). Pinjam juga boleh.
- Tetap melakukan konsultasi online dengan dokter agar tetap bisa dipantau oleh tenaga ahli.
Jadi, sebelum melakukan isoman di rumah, mintalah nomor dokter atau petugas kesehatan ofisial.
- Untuk kasus gejala kami, kami diminta untuk tidak menggunakan AC selama isolasi mandiri di rumah
- Berjemur sinar matahari.
Kami melakukannya jam 10 pagi, kira-kira 15-20 menit.
- Makan dengan gizi seimbang, 3 kali sehari
- Mengenakan masker saat bertemu keluarga atau orang lain di rumah
- Rajin cuci tangan
- Membersihkan kamar
Biasanya aku membersihkan tempat tidur agar kulit mati dan debu keluar melalui jendela kamar yang aku buka lebar-lebar.
- Memeriksa suhu tubuh dan saturasi oksigen.
Alhamdullillah, saat artikel ini tayang, kami sekeluarga masih dalam pemulihan.
Abang dan aku sudah bisa beraktivitas normal, sementara Yasmin masih menunggu indera penciuman dan rasa kembali 100%.
Untuk gejala nyeri otot, demam, mual flu dan batuk sudah berangsur lenyap.
Baidewei, subway,
Pernahkah kamu mengalami isolasi mandiri di rumah pasca terinfeksi Covid-19?
|
Siap-siap aktivitas lagi, yay! |
Referensi:
https://kids.grid.id/read/472171026/gejala-infeksi-virus-corona-pada-setiap-orang-berbeda-beda-ternyata-ini-penyebabnya?page=all
https://www.kompas.com/sains/read/2021/07/02/194500123/12-hal-yang-harus-dilakukan-setiap-hari-saat-isolasi-mandiri-di-rumah?page=all
https://www.alodokter.com/pentingnya-oximeter-bagi-pasien-isolasi-mandiri-covid-19