Cerita Kenangan Masa Kecil Yang Tak Terlupakan
Kenangan masa kecil apa sih yang masih terpatri rapi hingga saat ini?
Tentu saja kenangan dan berbagai kejadian saat masa kecil tak akan pernah dilupakan ya. Selalu saja ada potongan-potongan masa kecil yang senantiasa mengendap di dalam ingatan. Setuju?
Mengenang nostalgia masa kecil memang menghadirkan kebahagiaan tersendiri. Rasanya segala sesuatu sangat berbeda di masa kecil!
Baca juga: Senang Bernostalgia? Perlukah Khawatir? Gimana Nostalgia Terjadi?
(Saat kami masih bertiga, ayo tebak usiaku!) |
Pohon-pohon terasa tinggi bikin keinginan memanjat bagai monyet begitu menggoda, warna-warna begitu indah, hari ini selalu lebih indah dari kemarin.
Bahkan, ada beberapa kenangan masa kecil yang bercokol begitu dalam, hingga tak kuasa tuk dihempaskan!
Beberapa kenangan masa kecilku ini berlokasi di sekitar kelurahan Sipinggol-pinggol alias Sikuping-kuping, tepatnya di jalan Enggang No. 33 Pematangsiantar, Sumatera Utara, sebelum pindah ke rumah opung di Jalan Narumonda Bawah 125 kelurahan Tomuan.
Berikut berbagai cerita masa kecil yang masih menyisakan kenangan tak terlupakan!
Aktivitas ke Sungai
Masih terbayang jelas di memori, setiap hari, aku, adik-adik dan mamak sehabis sholat Subuh selalu ke sungai Bah Bolon ini.
Biasanya aku membawa pakaian kotor, sedangkan adikku membawa piring kotor dan mamak membawa ember yang akan diisi air bersih untuk dibawa pulang.
Namun kadangkala hanya aku dan mamak yang ke sungai.
Biasanya hari masih gelap dan kami harus membawa lampu semprong sebagai penerang jalan.
Zaman dulu, jalan ke sungai itu mirip hutan mini gitu. Jadi kami harus melalui jalan setapak diantara rimbun hutan, sesekali tangan berusaha menepis akar pohon yang menjuntai sementara tangan lainnya memegang ember berisi pakaian kotor/piring kotor di junjungan kepala.
Bisa membayangkan?
Yang paling sedih saat hujan datang, kudu ekstra hati-hati merayap di jalan setapak yang licin. Beberapa kali aku pernah jatuh lho. Piring-piring pun penyok. Dulu masih menggunakan piring kaleng. Piring kaca hanya keluar dari lemari saat ada acara khusus misalnya lebaran. Hahaha.
Lutut aku pun berdarah jika terkena batu atau akar pohon yang tajam. Namun tak pernah sekali pun aku phobia. Keesokan harinya, jika luka tidak terlalu parah, kami ke sungai lagi.
Terkecuali hujan turun sangat deras. Biasanya air hujan ditampung di drum dan itu bisa digunakan untuk beberapa hari. Lagipula sungai Bah Bolon akan banjir dan airnya bisa berubah warna menjadi seperti teh susu.
Pasti pada kepo ya, kog ke sungai mesti sekitar Subuh gitu?
Supaya kebagian batu tempat mencuci, Moenah!
Saat itu sungai Bah Bolon masih jernih, dan tersedia beberapa spot mata air bening. Jika tiba lebih awal, peluang mendapatkan mata air yang di sekitarnya ada batu tempat untuk mencuci pakaian lebih besar.
(Saat itu air sungai masih jernih) |
Pengalaman yang tak terlupakan saat di sungai, tentu saja digigit pacet/ lintah saat musim hujan serta berinteraksi secara tidak langsung dengan ular air. Yang terakhir ini bahkan tak terhitung hampir setiap hari ada saja kejadian bertemu si ular air.
Kadang kala pas mau mengambil handuk di tebing, ada ular merayap keluar dari dalam handuk. Tentu saja aku kaget luar biasa dan mencak-mencak. Hahaha.
Di kesempatan lain, ular yang merayap di pohon terkadang terjatuh ke mata air tepat saat menciduk air pakai gayung.
Karena hampir tiap hari bertemu ular air, bertahun-tahun lamanya, perasaan takut pun seiring waktu memudar.
Kami seperti punya MOU tak tertulis, "Asalkan tidak mengganggu, misalnya memukul atau saling menyakitir, sang ular pun tak berkeberatan, berbagi daerah jajahan"
Buktinya selama aku beraktivitas di sungai Bah Bolon, tak pernah ada sekalipun berita ular menyakiti penduduk kampung.
Kami hidup berdampingan dalam harmoni!
Baca juga: Kisah nostalgia aku, merantau dari Sumatera ke Borneo di About me ya.
Mandi Hujan
Aku suka sekali kalau hujan turun, namun mamak jarang sekali memberi izin kami mandi air hujan.
"Jangan mandi hujan kalian ya, nanti sakit!"
Itulah mantra mamak!
Namun jika mamak sedang mengajar di sekolah yang memang lumayan jauh dari rumah dan aku sekolah siang, lalu hujan turun, saat itulah aku dan adik-adik menuntaskan impian. Hahaha. Usai mandi kami langsung menjemur celana dalam dan kemeja supaya tidak ketahuan.
(Senang banget hujan turun pas mamak sedang di sekolah) |
Tapi kalau dipikir-pikir tetap saja sih kelihatan, soalnya tergantung di jemuran. Hahaha. Jika hari itu mamak tidak ngomel. Selamat deh. Tapi pernah juga kami tak selamat, dapat omelan. Fix!
Baca juga : Ketahui Filosofi Hujan Tentang Hidup dan Jadi Manusia
Jalan Kaki ke Sekolah
Kata mamak, kami pindah ke jalan Enggang saat aku berumur 2 tahun. Sebelumnya kami tinggal di kampung Jawa. Yes, sesuai namanya didominasi suku Jawa. Pas di jalan Enggang eh juga didominasi suku Jawa, Jadi kultur Jawa kental banget di masa kecilku.
Aku ingat saat adik bungsu aku lahir di tahun 1976, Lasniari Simanjuntak, mamak minta tolong warga untuk kenduri atau bancaan di rumah. Di kampungku, saat itu kata kenduri dan bancaan sangat sering digunakan ketimbang selamatan.
Aku juga ingat rumahku penuh dengan warga yang membantu menyiapkan segalanya. Aku senang sekali karena banyak makanan yang belum pernah aku icipi. Termasuk nasi tumpeng yang indah itu. Berkali-kali aku menelan liur saat menyaksikan nasi tumpeng dihias. Hihihi.
Aku bersekolah di SDN No. 1 yang kemudian berganti jadi SDN 122332. Dulu sih namanya jalan Sekolah. Kini berganti jalan Jend. Sudirman.
Meski masih dalam kecamatan yang sama, Siantar Barat, perlu waktu setengah jam berjalan kaki dari rumah ke sekolah.
Dulu aku kebanyakan sekolah siang. Seingatku sejak kelas 3 sampai dengan kelas 5 aku sekolah siang, masuk jam 1.
Paling sedih kalau di tengah jalan, turun hujan, bisa dipastikan aku akan basah kuyup, buku-buku juga sedikit basah meski di dalam tas jika pas hujan tak ada tempat berteduh. Sekolah biasanya juga bocor dan banjir di dalam kelas. Kami pasti tidak akan belajar dan mengepel kelas. Horeeee...!
Ada kejadian memilukan yang menimpak adikku, Helgaria Simanjuntak.
Satu hari doi pulang sekolah dengan telinga berdarah. Ternyata anting-anting emasnya dicopot dengan paksa.
Mamak langsung memeluk adikku itu, membersihkan telinga dan mengganti bajunya yang bersimbah darah. Anting itu doi pakai sejak masih bayi lho, pas acara tindik telinga.
Sejak saat itu kami diminta menggunakan jalan alternatif lain karena jalan sebelumnya meski memperpendek jarak namun sangat sepi dan memang rawan kejahatan.
Aku paling suka kalau pas sedang dalam perjalanan ke sekolah ada Ibu Harahap lewat dengan sepedanya dan aku bisa nunut. Olala, senangnya. Begitu juga saat balik ke rumah bisa nebeng beliau lagi, rasanya hari itu begitu indah!
Oh iya, mamakku mengajar matpel olah raga dan matematika di sekolahku dan aku termasuk siswa yang lumayan encer otaknya.
Kerap menjadi juara pertama di sekolah rupanya menimbulkan rumor tak sedap, bahwa itu semua aku dapatkan karena aku anak guru.
Mereka tidak pernah tahu betapa mamak sangat disiplin sekali soal pendidikan ini!
"Mamak ini orang tak punya harta, jadi kalian semua harus sungguh-sungguh belajar ya, supaya kelak bisa mandiri!"
Mantra mamak yang selalu aku ingat. Pendidikan adalah kunci kesuksesan!
Begitu pula saat SMP, berjalan kaki selama 3 tahun dari jalan Enggang ke SMPN 4 di jalan Kartini dan dari Tomuan, karena saat kelas 2 SMP, kami pindah ke rumah Opung.
(Tugas permanen selama 3 tahun SMA, petugas bendera) |
(Pertandingan vocal grup antar kelas SMA) |
Sedangkan saat SMA sesekali aku naik angkutan umum ke SMAN 2 di Parluasan tapi most of the time, by foot sih. Hihihi.
Mencari Kayu Bakar ke Hutan
Tahun 80-an, aku ingat gaji mamak sebagai guru sangat jauuuh dari cukup untuk menghidupi kami berempat. Sementara ayah, tukang beca mesin.
Beca Ayah di zaman itu modelnya seperti moge. Aku masih ingat mesinnya merek BSA. Mamak beli lewat fasilitas kredit potong gaji.
Segala upaya kami lakukan untuk menekan biaya hidup termasuk mencari kayu bakar ke hutan. Saat itu kompor minyak tanah hanya dipakai untuk keperluan menggoreng saja. Masak nasi pun masih pakai periuk yang akan menimbulkan kerak itu. Sementara merebus air pakai ceret yang warna aslinya sudah tak kelihatan lagi. Hitam legam karena karbon kayu.
Biasanya kami ke hutan saat libur sekolah atau hari Minggu.
"Ros, besok temani Mamak cari kayu bakar ke hutan ya. Kita berangkat pagi-pagi biar tidak kepanasan di jalan"
Kalau mendengar ini, aku senaaaang banget, karena biasanya mamak akan singgah di warung untuk minum teh hangat dan membelikan pisang goreng hangat. Jajan mewah untukku saat itu, karena mamak hampir tak pernah mengalokasikan uang khusus jajan.
3 menu istimewa yang setiap bulan sangat kami nantikan saat mamak gajian, bubur kacang ijo yang dikasih tepung maizena agar kuahnya kental, kolak ubi/pisang dan roti sobek yang dicelupkan ke teh manis panas.
Soalnya saat mencicipinya bersama-sama, kami kerap tertawa bersama-sama. Begitu bahagia!
Baca juga : 4 Kiat Terciptanya Bahagia di Rumah
Terasa banget aura bahagia memenuhi dada, sepertinya setiap sel darah dipenuhi si hormon gembira dopamin dan endorfin
But, 3 menu ini hanya ada di awal bulan ketika mamak gajian. Kadang-kadang juga ke-skip, jika ada keperluan lain yang lebih penting. Hihihi.
Rasanya hidupku super bahagia banget
Kembali ke laptop!
Sebelum berangkat ke hutan, mamak akan membawa perlengkapan safety seperti minyak angin, tembakau, kain untuk alas kepala, parang dan kampak kecil untuk memotong kayu.
Mamak juga akan membayar sejumlah fee ke petugas dadakan yang kadang ada dan kadang tiada berjaga di posnya.
Sesampai di hutan aku memungut ranting-ranting kecil, membantu mamak menyusun kayu yang agak besar lalu mengikatnya rapi. Sesekali aku mencoba kampak atau parang namun dengan pengawasan mamak.
(Happy banget kalau diajak mamak cari kayu bakar ke hutan) |
Nah, ini dia bagian yang aku suka. Menuju pulang ke rumah, mamak pasti akan singgah di warung, minum teh hangat dan memesan pisang goreng hangat. Nikmatnya tiada terkira! Letihku langsung rontok, pemirsah!
Aku bahkan tersenyum-senyum saat menuliskan kembali kenangan indah masa kecilku ini.
Aktivitas di hutan tidak selalu berjalan lancar. Kadang kala lokasi hutan yang ada kayu bakar agak jauh meringsek ke dalam, ke hutan yang agak lembab dan gelap. Di sini nih pacet dan lintah bisa ikut sampai ke rumah tanpa aku sadari.
Biasanya ketahuan saat mandi, pahaku berdarah tanpa henti, si pacet sudah gemuk segede jari dan terjatuh kekenyangan di antara jari kaki. Itu sih belum apa-apa ya. Yang horor kalau pacet/lintah tak sudi lepas bahkan sudah ditarik-tarik mamak. Kudu pakai tembakau dan air garam baru dehTinggallah aku menjerit-jerit histeris.
Saat hari terik, kayu-kayu dijemur di halaman rumah dan aku sering kebagian jadi petugas yang stand by, jaga-jaga kalau hujan mendadak turun. Harus sigap mengangkat dan menyusunnya di dapur.
Berobat ke Puskesmas
Mamakku guru SD dan punya akses berobat ke Puskesmas.
Adalah Puskesmas Kartini, diberi nama sesuai dengan nama jalan di sekitarnya, yang menjadi kesayangan mamak.
Biasanya, cabut gigi, batuk pilek adalah 2 alasan utama berobat ke Puskesmas Kartini.
Sama kayak kalau pergi ke hutan cari kayu bakar, pulang berobat mamak juga akan singgah di warung beli pisang goreng, karena biasanya kami pergi pulang, jalan kaki, pemirsah. Hitung-hitung buat menghempaskan lelah.
Jadi once again, berobat ke Puskesmas adalah aktivitas menyenangkan di masa kecilku!
Menyalakan Lilin dan Kembang Api Jelang Lebaran
Adakah yang mengalami aktivitas menyalakan lilin jelang lebaran di halaman rumah sejak mulai malam 27 Ramadan?
Kalau begitu, tos dulu dong!
Ini juga merupakan kenangan indah masa kecilku. Tambahkan juga menyalakan kembang api!
Tapi kembang api yang sederhana ya. Yang berpendar bagai bintang-bintang kecil itu. Bukan yang seperti sekarang, yang suaranya nyaris horor menyerupai bom.
Setelah dinyalakan biasanya aku akan melemparnya ke dahan bunga kamboja di halaman. Cahaya bagai bintang, kerlap-kerlip menyeruak dari balik dahan. Indah sekali!
Aktivitas Terang Bulan
Bulan purnama adalah waktu yang paling dinanti-nanti juga. Apalagi kalau malam terang bulan jatuh di akhir pekan. Biasanya anak-anak desa akan keluar beraktivitas seperti main gobak sodor, engklek, congklak, patok lele, egrang, lompat tali karet, alip cendong (petak umpet), ular naga panjang, bola bekel, dan gasing.
Mamak yang biasanya disiplin, saat terang bulan agak melunak. Izin beraktivitas di rumah pun keluar, nmun maksimal sampai jam 9 malam saja. Setelah itu kami harus melakukan ritual sebelum tidur, membersihkan diri termasuk gogok gigi, membersihkan tangan dan kaki dan mengenakan baju tidur.
Bisa dipastikan malam itu kami pasti tidur bermandikan perasaan sukacita!
Memanjat Pohon
Rumah sewaan di jalan Enggang itu tipe couple. Jadi halaman belakang dan samping lumayan luas. Awalnya rumah sebelah ditempati sepasang kakek nenek Sarji energik yang empunya rumah, di mana sesekali anak-anak beliau bergantian berkunjung. Namun setelah keduanya berpulang disewakan lagi ke penyewa lainnya.
Kakek Sarji punya hobi menanam buah seperti durian, alpukat, rambutan, kelapa, pisang, coklat, manggis, jambu kelutuk, pepaya dan belimbing.
Aku senang sekali memanjat buah manggis. Dahannya saling berdekatan jadi gampang berpindah dari satu dahan ke dahan lainnya untuk memetik manggis masak yang manisnya luar biasa kayak kamu. Iya, kamu!
Ayo, siapa yang senang memanjat buah manggis?
Jambu klutuk dan belimbing juga menjadi daerah jajahan panjatku.
(Favoritku, memanjat pohon yang dahannya banyak) |
Kalau rambutan aku agak takut karena selainnya pohonnya besar, terkadang ada semut juga. Selain itu beberapa dahan berjuntai langsung ke aliran sungai Bah Bolon di belakang rumah. Seram pokoknya!
Kalau pohon alpukat, entah mengapa aku selalu gagal mencapai dahan pertama karena batangnya yang licin, menurutku. Walhasil aku hanya bisa menyodok alpukat tua untuk dibuat jus sederhana. Namun terkadang alpukat menghantam batu dan pecah berkeping-keping. Sedih dan kecewa tentu saja.
Mengaji Sepulang Sekolah
Khusus aktivitas mengaji ini aku punya 2 kenangan berbeda, Moenah!
Mengaji yang aku ceritakan di sini, bukan hanya membaca Al-Quran saja namun ada juga pelajaran lain seperti Nahwu, Shorof dan Faraid.
Pertama, saat rumah masih di jalan Enggang, aku mengaji siang dan sore hari, menyesuaikan dengan jam masuk sekolah.
Biasanya aku dan teman berangkat bareng. Sepanjang perjalanan kami bercanda ria. Jadi pergi mengaji itu pengalaman menggembirakan!
Namun sesekali aku juga kesal dan ketakutan saat pergi dan pulang mengaji melewati rumah yang pemiliknya punya anjing, karena ada ada teman cowok suka usil menghentakkan kakinya ke aspal buat membangunkan anjing yang sedang tidur atau santai.
Tentu saja anjing pun terkejut, panik lalu melompat memburu kami. Tak ayal kami harus berlari sekencang mungkin sambil sibuk memegang sarung dan mendekap tas berisi Al-Quran.
Nah, ada suatu saat aku berhasil disusul anjing. Doi langsung menggonggong aku dengan gerakan memutar dan mengendus-ngendus penuh emosi.
Tubuhku pun gemetaran ketakutan dan yang aku ingat guru ngaji pernah berkata cobalah membaca Surah AlLahab untuk menenangkan diri.
Saking takutnya, aku lalu freeze, kaku, sambil tetap mendekap tas dan mulailah aku membaca surah.
Si rajagukguk tetap menggonggong dengan gerakan memutar. Aku tetap terpaku. Diam, sambil terus membaca Al-Lahab.
Perlahan si anjing mundur sambil tetap menggonggong, namun kali ini sudah tidak nyaring lagi.
Aku menyeret langkah perlahan sambil tetap membaca surah tanpa pernah sekalipun menoleh ke si rajagukguk.
Dari kejauhan teman-temanku memantau sambil terkekeh-kekeh. Betapa teganya mereka. Hmmm.
Tak ingin terjebak dalam pengalaman semi horor, setelah kejadian aku memilih menggunakan jalan lain meski lebih jauh.
Tahun 1982, saat kelas 2 SMP, kami pindah ke rumah opung ke kelurahan Tomuan dan menemukan madrasah di sini hanya sampai kelas 3 ibtidaiyah saja, sementara aku sudah kelas 5.
Jadilah aku di rumah saja dan sesekali diajak mamak ikut pengajian mamak-mamak. Aha!
Nah, itu dia beberapa cerita kenangan masa kecil yang tak terlupakan saat di Sumatera Utara!
Gimana dengan kamu, punya cerita kenangan masa kecil yang tak terlupakan juga? Ceritain dong di kolom komentar ya.