Catatan dan Pelajaran dari Kenangan Yang Tak Terlupakan
Siapa nih yang kerap terpicu perasaan nostalgia saat mendengarkan musik atau melihat tempat? Atau bahkan sesimpel mencium aroma, percakapan, melamun, sukses membawa ke kenangan yang tak terlupakan.
... dan saat mengingat kenangan manis, biasanya, rasa bahagia segera menyergap raga.
Itulah kenapa kita gemar banget bernostalgia. Mulai dari sekedar ngobrol ringan di gadget sampai mengagendakan reuni.
Setuju atau setuju banget?
Ngomong-ngomong apa sih nostalgia itu?
Nostalgia seperti dilansir dari sehatq.com adalah munculnya sensasi emosi yang begitu kuat ketika mengingat kejadian atau seseorang dari pengalaman masa lalu.
Beberapa kisah berikut ini, aku alami sendiri dan menggoreskan kenangan yang tak terlupakan, eh tepatnya, terpatri rapi di lubuk sanubari, buat catatan sekaligus pelajaran!
Aku dan Hujan
Kejadian yang tak terlupakan ini masih merupakan sebagian dari kenangan masa kecil yang terjadi saat usiaku belasan tahun (era 80-an) sekitar kelas satu SMP, di kampung halamanku, Pematangsiantar, Sumatera Utara.
Hari itu hujan seperti ditumpahkan dari langit.
Baca juga: Ketahui Filosofi Hujan Tentang Hidup dan Manusia
Aku hanya seorang diri di rumah. Terus terang aku lupa, kenapa ya saat itu aku ada di rumah bukan di sekolah, dan kemanakah semua adik-adikku dan orang tuaku?
Mungkin, mungkin lho ya, saat itu aku sedang tidak enak badan, sehingga cepat pulang sekolah. Sementara semua orang sedang sibuk dengan aktivitas harian, misalnya adik-adikku yang sedang sekolah, Mamak yang pengajar juga tengah mengajar serta Ayah yang menarik beca.
Intinya, aku sendirian di rumah.
Hujan masih lebat!
Biasanya aku gemar mandi hujan. Namun tidak hari itu. rada seram, karena deras banget. Saking derasnya jarak pandang pun hanya 1- 2 meter saja.
Rumah tetangga di seberang jalan pun tak bisa aku lihat.
Posisi rumahku memang agak di bawah jalan jadi ada sedikit undakan agar bisa sampai di bibir jalan.
Tiba-tiba perasaan kepo mengelilingku, aku bergegas naik ke tepi jalan dan berusaha uji nyali melihat sekitar dalam balutan guyuran hujan.
Tentu saja aku tak mampu melihat apa-apa, hanya curahan hujan deras yang butirannya lumayan cukup sakit saat mendarat di kulitku.
Bahkan saat menulis artikel ini aku masih bisa mengingat impact butiran hujan besar itu di badanku.
Well, aku pun berbegas masuk kembali ke rumah. Basah kuyup, tentu saja!
Aku juga ingat saat itu, aku mengenakan kemeja dalam katun biru yang berenda di bagian dada tepat di bagian payudara. Ala-ala lingeri gitu deh.
"Kraaak"
Terdengar suara gemuruh dari arah dapur.
Ya Allah, talang rumah di dapur, jebol, Moenah!
Rupanya ada potongan-potongan ranting kayu jatuh dan membuat sambungan talang yang terbuat dari material kaleng itu tidak kuat menopang sehingga sambungannya terlepas.
Air pun segera tercurah bak air terjun mini.
Seketika lantai dapur pun kuyup dan beberapa ranting kayu yang lolos segera berjatuhan, berserakan.
Masih dengan gemetaran aku mondar-mandir mencari tangga kayu yang pernah aku ingat. Bergegaslah aku ke bagian belakang rumah, dekat kandang ayam.
Aha, ada!
Sepertinya dia memang sedang menantiku di sana.
Aku sandarkan tangga ke dinding, dekat ke lokasi talang. Namun saat aku menaiki, tangga bergetar, sepertinya posisinya belum pas. Aku turun lagi, menggeser tangga sedikit. Naik lagi. Ya, ampun, tangga masih bergetar ne! Aku semakin gemetar, karena kedinginan juga takut dapur kebanjiran
"Sepertinya aku perlu bantuan, seseorang harus memegang tangga sementara aku membersihkan ranting kayu yang menumpuk di talang", pikirku.
Aku segera kembali ke ruang depan dan berlari ke tepi jalan, mencari pertolongan!
Alhamdullillah, perlahan-lahan dari kejauhan, meski samar-samar, aku melihat titik-titik hitam bergerak, dan perlahan-lahan muncul sosok seorang Bapak bertopi sedang menenteng beberapa ekor bebek di tangan kanannya.
"Pak, Bapak, tolong, Bapak", aku berteriak histeris sambil melambai-lambaikan tangan.
Bapak pun berlari kecil, menembus hujan deras menghampiriku.
Aku tak mengenal siapa dia. Sungguh!
Saat itu yang ada di benakku ingin membereskan urusan talang agar dapur tidak semakin kebanjiran.
Kami segera ke dapur setelah si Bapak menaruh bebeknya di depan pintu depan.
Kebetulan di rumah ada tangga kayu. Segera aku seret tangga ke dinding rumah dan dekat ke lokasi talang yang rusak itu.
Dalam benakku, cukup dengan membersihan ranting-ranting kayu yang tersangkut, meluruskan kembali talang, sepertinya bisa menjadi solusi sementara.
Bapak pun langsung menaiki tangga, terdengar suara tangga bererit-derit. Si Bapak tetap berusaha naik dan langsung membersihkan potongan ranting, sementara aku menunggu di bawah tangga.
Sesaat kemudian si Bapak turun dan kami pun berhadapan, lalu berkata:
"Kayaknya tangganya mau patah, coba Adek saja yang naik ya"
Perawakan Bapak itu memang agak berisi, jadi rasanya tangga kayu kecil itu kayaknya pasti akan menyerah juga akhirnya.
"Baiklah. Bapak tolong pegang tangga, biar aku saja yang naik ya Pak" kataku haqqul yakin.
Masih dengan kemeja yang basah kuyup, aku segera menaiki tangga lalu memunguti sisa-sisa ranting-ranting kecil di talang.
Tugas pertama selesai. Selanjutnya berusaha meluruskan talang yang bengkok ke posisi semula.
Aku pun siap berganti posisi, menurunkan kaki, berusaha meraih ujung talang, dan saat itulah aku menoleh ke arah bawah, ke arah Bapak itu.
Si Bapak sedang asik mengelus kemaluannya sambil menatapku tajam!
Seketika sekujur badanku gemetar. Aku ketakutan setengah mati!
Sungguh saat itu aku tak tahu, apa artinya adegan itu.
Yang pasti dalam benakku, ini sesuatu yang aneh. Kenapa si Bapak membuka reseliting dan mengosok-gosok kemaluannya ya?
Tanpa berpikir panjang lagi, aku langsung meloncat dari anak tangga, lupa arti keselamatan, ngacir ke ruang tengah, terus dan terus menembus hujan lari sekencang-kencangnya ke tetangga sebelah.
Untunglah ada Paman Sofyan, tetangga lama, percis sebelah rumah, sedang stand by di warungnya.
"Paman, tolonglah, ada Bapak di dapur rumah kami sedang membuka celananya!" Kataku to the point.
Bisa dibayangkan reaksi si Paman, kaget!
Tanpa banyak tanya, doi langsung berlari menembus hujan menuju rumahku. Aku yang lugu pun kembali mengikuti dari belakang.
Sesampainya di dapur, tak ada siapa-siapa di sana!
Kami pun memeriksa kamar tidur, tak ada juga.
Aku lalu ingat, " Bebek, iya bebek, Bapak tadi membawa bebek!"
Kembali kami ke pintu depan, bebek pun sudah tidak ada di sana!
Paman Sofyan bergegas berlari ke tepi jalan berusaha mengejar, namun rupanya si Bapak sudah ngacir jauh, tidak kelihatan batang hidungnya.
"Tadi, dia dari arah mana?" Tanya si Paman
Aku menunjuk ke arah jalan Enggang, ke arah Utara rumah.
Paman Sofyan kembali menerobos hujan lebat dan akhirnya kembali sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Dan tentu saja, basah kuyup juga.
Tak lama Mbaknya Paman Sofyan, aku memanggilnya Ibu, menghampiriku, memelukku yang masih gemetar, syok lalu memintaku mengeringkan badan, berganti pakaian kering.
Akhirnya paman Sofyan juga yang membantu membereskan urusan talang.
Terima kasih Paman Sofyan!
Moral story:
- Jangan pernah membawa orang asing ke rumah, siapa tahu dia predator!
- Menggunakan pakaian yang mengundang niat jahat (pakaian seksi)
Setuju?
Atau ada yang mau menambahkan?
Sebagai tambahan, saat itu aku memang masih berusia belasan dan baru dalam fase pertumbuhan organ-organ kewanitaan.
Zamanku itu, sekitar tahun 80-an, anak perempuan belasan tahun masih terbiasa memakai pakaian dalam saat aktivitas di rumah. Seperti kemeja dalam yang aku pakai, meski ukurannya panjang sampai hampir menyentuh lutut.
Mungkinkah pakaianku yang memicu perangai si Bapak?
Aku dan Ayat Kursi
Kejadian bukan biasa kali ini sudah bergeser ke Balikpapan, Kalimantan Timur, tepatnya sekitar tahun 1993.
Iyes, di usiaku 25 tahun dan masih kinyis-kinyis abis. Hihihi.
Seperti yang aku tuliskan di About Me, saat itu aku sedang bekerja di perusahaan tambang emas di belantara Borneo, tepatnya di daerah Prampus Kutai Barat.
Roster kerjaku 6-2, artinya, 6 minggu kerja tanpa henti (termasuk akhir pekan dan libur nasional) di lokasi tambang, dan 2 minggu mendapat hak cuti istirahat namun tetap dibayar. Istilahnya R and R, Rest and Recreation.
Aku baru 3 bulan lebih berkenalan dengan future husbandku saat itu, Muhammad Iqbal Pohan, namun sudah komitmen untuk menuju ke pelaminan.
Saat itu, kami baru saja menyelesaikan deal kontrakan rumah yang akan kami tinggali usai pernikahan nanti.
Sebelum berkenalan dengan doi, biasanya saat jadwal R and R aku akan isi dengan aktivitas kembali ke rumah kost di Samarinda, janjian ketemu teman-teman kuliah dan me-time ke pusat perbelanjaan. Healing tipis-tipis, giccu!
Namun, sejak berkenalan dengan si Abang, begitu aku memanggil doi -maklumlah dari Sumatera Utara, panggilan Abang adalah sesuatu yang intim dan penuh kasih- doi meminta aku membagi waktu, dari 2 minggu hak cuti, seminggu dihabiskan di Balikpapan, dan barulah sisa seminggu lagi di Samarinda.
Baiklah. Deal!
Usai membersihkan rumah kontrakan dan menikmati kuliner, rasanya waktu bergulir dengan cepat, tahu-tahu malam pun menjelang.
"Gimana Ann, jadi mau tidur sendiri di sini malam ini?" konfirmasi si Abang.
"Iya, Bang. Banyak kog tetangga di sini. tadi kita sudah kenalan juga", jawabku, pasti.
Abang pun kembali ke rumahnya. Kebetulan doi tinggal bareng keluarga Abangnya si Abang. Biasanya sih aku tidur sekamar bareng keponakan cewek si Abang.
Tapi kali ini, aku pengen uji nyali, ceritanya. Tidur sendiri di rumah kontrakan yang memang baru dihuni!
Eng ing eng...
Aku lupa jam berapa tepatnya berangkat ke peraduan.
Biasanya aku tim yang gemar lampu kamar mati saat tidur, namun kali ini, lampu aku biarkan nyala. Belum total berani dalam kegelapan. Hihihi.
Menjelang dinihari, aku terbangun. Badanku mendadak dingin sekali.
... dan aku merasa sedang diawasi seseorang!
Haaa, benarlah!
Aku beranikan membuka mata lebih lebar, kayak di film-film thriller itu, dari sisi tempat tidurku, kebetulan aku mepet ke dinding, aku melihat seseorang lelaki tua, berjubah longgar panjang dengan rambut gondrong menutupi hampir sekujur muka, mondar-mandir di sisi tempat tidurku, di bagian ujung kaki.
Kadang kala dia berhenti lalu menatapku tajam. Iya, aku hanya bisa menatap matanya yang tajam.
Ya ampun, jenggotnya pun panjang sekali!
Lalu kembali dia mondar-mandir di sisi tempat tidur. Berhenti. Menatapku tajam lagi. Begitu terus, berkali-kali.
Aku ketakutan setengah mati dan refleks tersadar, menekukkan kaki sekaligus menutupi muka dengan selimut!
Selanjutnya yang kulakukan dan yang kuingat hanyalah, aku harus membaca Ayat Kursi!
Terus dan terus, tanpa henti.
Tak pernah lagi aku membuka selimut atau meluruskan kaki.
Pokoknya yang ada di ingatanku saat itu hanya membaca Ayat Kursi, dan aku tetap terjaga. Ngantukku pun menguap entah kemana!
Cukup lama aku melantunkan Ayat Kursi dalam hati dan sesekali berbisik lirih, lalu lamat-lamat telingaku mendengar suara toa mesjid mengalunkan ayat-ayat suci Alquran di kejauhan.
Alhamdullillah, sudah menjelang subuh, lirihku, di sela-sela bacaan Ayat Kursi.
Keberanian menyergapku, selimut perlahan aku singkap.
Alhamdullillah, Pak Tua sudah tak ada lagi!
Namun aku masih terus membaca Ayat Kursi sampai akhirnya kumandang azan bersahutan menyambut fajar.
Aku menyeret langkah ke kamar mandi, berwudhu, sholat sunat Fajar, sholat Fajar dan kembali membaca Ayat Kursi.
Saat bertemu Abang, aku menceritakan mimpiku dan memutuskan, di sisa cutiku, akan tidur bersama keponakan cewek si Abang saja. Ciut nyali untuk tidur sendiri lagi. Hihihi.
Btw,
Adakah yang pernah mengalami kejadian bukan biasa seperti ini?
Moral Story:
Adakah yang mau sharing, apa ya kira-kira moral story kisahku di atas ini?
Aku dan Pencuri
Nah, kalau kejadian bukan biasa kali ini terjadi sekitar September 2019, berdekatan dengan event Asus Vivobook Ultara A412, Blogger Gathering pertama by ASUS di Balikpapan.
Begini ceritanya,
Setelah mengalami batuk yang tak kunjung sembuh bahkan sampai mengilhami munculnya curhat urgensi second opinion, aku dan Bang Iqbal memutuskan berobat ke spesialis paru lainnya.
"Yasmin, Bunda dan Daddy habis Magrib, mau ke rumah sakit restu Ibu. Ikutkah?" Tanyaku.
"Skip, Bunda. Yasmin ada banyak tugas nih," Jawab Yasmin
Jadilah malam itu, sekitar jam tujuh malam lewat, kami meluncur ke rumah sakit. Hampir 3 jam kami di rumah sakit, sampai lagi di rumah sekitar jam 10 malam.
Semuanya baik-baik saja, sampai akhirnya...
Setelah ritual malam seperti sikat gigi, membersihkan muka dan menggunakan krim malam, aku pun bergegas ke peraduan dan seperti biasa menuju sudut mepet dinding. Hihihi.
"Lho, ini apa ya, Bang. Kog ada seperti butiran pasir di bagian sini", tanyaku sambil menunjuk seprei di bagian yang mepet dinding dan jendela samping.
"Pasir? Pasir, gimana maksud Bunda?" kata Abang sambil menarik selimut.
"Pasir beneran lah, Bang,"
Sambil begitu tanganku iseng menyibak gorden.
"Lho, bang ini teralis jendela kok bengkok ya?"
Kali ini Abang langsung beraksi, melompat ke arah jendela dan doi terlihat gugup dan pucat sekali!
"Ini sih bekas dilinggis, Bunda" desis si Abang.
"Coba lihat lemari, apakah diubrak-abrik?" Tambah Abang.
"Tidak, Bang. Ini masih rapi," kataku.
"Tapi, sebentar, kayaknya tablet Samsung sudah tak ada di tempatnya, Bang. Tapi, coba aku tanya Yasmin ya, siapa tahu doi pakai," Tambahku lagi.
Kami langsung bergegas ke kamar Yasmin.
Dengan suara yang masih tak bisa aku kontrol, sedikit gemetar, aku pun bertanya:
"Yasmin, tadi ada masuk ke kamar Bunda, Nak?"
"Ga ada Bun. Dari tadi Yasmin di kamar saja. Cuma tadi sebentar ada ke dapur, minum air putih"
"Jam berapa itu, Yas?"
"Sekitar jam 9-an lah"
Kami berdua, aku dan Bang Iqbal langsung berpandangan.
"Anu, Yas, kayaknya tadi ada pencuri masuk ke kamar Bunda"
Kali ini, giliran Yasmin yang pucat!
Kami lalu bercerita suasana di kamar kami, pasir dan teralis jendela yang peot.
Sesaat kemudian, kami lalu berpelukan di kamar Yasmin sambil menyebut nama Allah. bersyukur kepada Allah SWT yang masih melindungi putri kami.
Suasana begitu haru dan air mata pun lolos dari tempatnya.
Kami pun mengambil kesimpulan.
Mungkin, ketika pencuri masuk lewat teralis besi kamarku yang lampunya memang kami matikan, sepertinya dia kaget, tak mengira masih ada orang di rumah.
Nah, di saat yang sama juga, rupanya Yasmin sedang jeda dari belajar, lalu menonton YouTube genre humor, dan doi rupanya tertawa terbahak-bahak.
Tentu saja dengan izin Allah SWT ya, pencuri memutuskan membelokkan niatnya untuk mencuri dan hanya mengambil tablet Samsung.
Kami tak berani membayangkan apa yang terjadi jika pencuri memutuskan hal lain dan menemukan Yasmin seorang diri di rumah.
Sejak saat itu kami lebih berhati-hati dan berusaha menghindari meninggalkan Yasmin sendiri di rumah, terutama kalau di malam hari.
Namun jika pun sangat-sangat terpaksa, beberapa kiat di bawah ini, kami adopsi:
1. Memberikan nomor kontak orang yang dipercaya seperti orangtua, tetangga sekitar serta teman dekat
2. Memberitahu nomor kontak darurat seperti ambulans, polisi dan pemadam kebakaran
3. Memastikan tetap memeriksa anak, tetap berhubungan dan langsung menjawab saat anak menelepon
4. Mengingatkan untuk tidak menggunakan kompor, pisau atau bermain-main dengan sumber listrik
Btw,
Biasanya kamu sering terpicu mengingat nostalgia dengan apa? Mendengarkan musik? Mencium aroma? Atau ada yang lain?
Last but not least,
Apakah kamu punya pengalaman atau kenangan yang tak terlupakan juga?